KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang karena ridho dan
rahmat-Nya, makalah sederhana tentang Studi Islam ini dapat terselesaikan
dengan baik dan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkan kepada baginda Rasulullah
SAW.
Alhamdulillah atas
limpahan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Pemikiran Ali Syari‟ati ini, yang diajukan
guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami menyadari bahwa makalah ini
sarat dengan kelemahan, kekurangan, dan mungkin juga kesalahan. Selanjutnya
kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusinya dalam
penulisan makalah ini.
Pada akhirnya, tetaplah kesempurnaan itu milik Allah.
Sehingga, meskipun masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini,
semoga apa yang terkandung di dalamnya tetap membawa manfaat yang dapat membawa
kita pada Islam yang sebenarnya, sebagai
agama yang rahmatan lil’alamin.
Bandung,07 Desember 2015
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Perkembangan Agama Islam yang begitu pesat, menuntut kita
untuk mengetahui lebih luas lagi hakikat agama tersebut. Islam memanglah suatu
agama yang tidak di ragukan lagi kebenarannya, tapi di balik kebenaran mutlak
itu, terdapat banyak hal yang harus di kaji lebih mendalam, agar kebenaran
mutlak itu tidak hanya sekedar kepercayaan yang tidak terbukti.
Diantara beberapa kajian tentang Islam tersebut, terdapat
satu unsur yang sangat penting untuk di kaji lebih intensif. Diantaranya adalah
pemikiran Ali Syari‟ati, seorang tokoh Islam
terkemuka dari Iran.
Dengan tersusunnya makalah ringan ini, di harapkan kita
dapat mengetahui beberapa metode pendekatan yang di gunakan oleh para tokoh
terkemuka Islam, khususnya metode yang di gunakan oleh Ali Syari‟ati, sehingga
kita dapat lebih mangenal lagi agama kita.
B. Tujuan
Tujuan dari pembuatan
makalah ini antara lain :
a. Memperluas
pengetahuan dan wawasan tentang para pemikir Islam khususnya Ali
Syari‟ati.
b. Mengetahui
biografi pemikir tersebut dan pemikiran-pemikirannya tentang Islam.
c. Mengetahui
karya dari ali syariati
C. Rumusan
Masalah
Secara garis besar pada
dasarnya terdapat beberapa rumusan masalah yang tersusun dalam makalah ini yakni antara lain :
a) Siapakah
Ali Syari‟ati itu ?
b) Apa
Saja Pokok-Pokok pemikiran Ali syari‟ati tentang Islam?
c) Bagaimana
Pandangan para Ulama terhadap Ali
Syari‟ati?
d) Apa
saja karya ali syariati
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Singkat Ali Syari’ati
Ali Syari‟ati, anak pertama dari keluarga miskin Muhammad
Taqi dan Zahra, dilahirkan pada 24 November 1933 di sebuah desa kecil di Kahak,
sekitar 70 kilometer dari Sabzevar. Ia merupakan anak pertama sekaligus anak
laki-laki satu-satunya dengan tiga saudara perempuannya, Tehereh, Tayebeh, dan
Batul (Afsaneh).[1]
Pada masa kecilnya, Ali adalah anak yang pendiam, pemalu
dan tidak mudah bersosialisasi. Dia lebih suka menyendiri memisahkan diri dari
aktivitas teman-temannya. Dia anak yang
nakal dan sering bolos sekolah. Meskipun begitu ada hal yang patut di
kagumi pada diri Ali, yakni dia adalah seorang kutu buku, bahkan selama tahun
pertamanya di sekolah dasar dia telah mengenal koleksi perpustakaan ayahnya
yang memiliki koleksi dua ribu buku.[2]
Pada usia 17 tahun, Ali Syari‟ati belajar pada sebuah lembaga
pendidikan, Primary Teacher‟s Training College. Pada usia 20 tahun, ia
mendirikan organisasi Persatuan Pelajar Islam di Masyhad, Iran. Pada tahun 1958
(ketika berusia 25 tahun) ia meraih gelar sarjana muda dalam ilmu bahasa Arab
dan Perancis. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Sorbonne, Paris, setelah
berhasil memenangkan beasiswa untuk belajar di negara itu. Ia belajar di
Perancis sampai meraih gelar doktor pada tahun 1963.
Setahun kemudian, ia pulang ke negara kelahirannya.
Setibanya di Iran, ia mengawali langkahnya dengan menyampaikan ilmu yang
diperolehnya dari berbagai sekolah dan akademi. Kemudian ia mengadakan
perjalanan keliling dalam rangka mendirikan Husyaimiah Irsyad, sebuah lembaga
pendidikan pengkajian Islam yang kelak menjadi wadah pembinaan kader militan
pemuda-pemuda revolusioner.
Karena aktivitas
politiknya yang menentang kediktatoran Syah Iran, Ali Syari‟ati mengalami
banyak kesulitan dalam hidupnya. Ia sudah harus menjalani kehidupan di belakang
terali besi dalam usia muda. Namun, hal tersebut tidak membuatnya mundur.
Periode kedua tahun 1960-an, Ali Syari‟ati
bergabung dengan Universitas Masyhad. Kuliahkuliahnya di masjid kampus ini
sangat diminati oleh sejumlah besar mahasiswa. Karena ada kekhawatiran akan
meningkatnya pengaruh Ali Syari‟ati, pada tahun 1968 pemerintah Iran memaksanya
menjalani masa pensiun pada usia yang relatif masih muda yaitu 25 tahun.
Walaupun demikian, ia tetap sering
berceramah di berbagai perguruan tinggi dan masjid di kota-kota besar
Iran.
Kuliah-kuliahnya yang simpatik dan berbobot menimbulkan
kepercayaan diri bagi jutaan muslimin di Iran. Sejumlah intelektual Islam, para
mahasiswa, dan masyarakat Iran tertarik kembali untuk mengkaji Islam yang
memberikan potensi besar dalam upaya memberi makna bagi kehidupan pribadi dan
nasib bangsa.
Ali Syari‟ati adalah
seorang orator luar biasa, lidahnya setajam penanya. Dengan kelihaiannya,
kampus dan masjid-masjid di Iran menjadi pusat kegiatan organisasi
revolusioner. Ia juga tampil memimpin perlawanan terhadap pemerintahan Syah
Iran. Oleh karena aktivitas politiknya, pada tahun 1974, Ali Syari‟ati
ditangkap. Ia kemudian menjalani tahanan rumah sampai tahun 1977.
Pada bulan Mei 1977, ia terpaksa meninggalkan Iran menuju
Inggris untuk menghindarkan diri dari kejaran penguasa. Namun, rezim Syah tidak
mengizinkannya ke luar negeri untuk berbicara serta menulis secara bebas, serta
menawan istri dan anak Ali Syari‟ati.
Tidak lama setelah itu, tepatnya tanggal 21
Juni 1977, Ali Syari‟ati ditemukan tewas di rumah kerabatnya di Southampton,
Inggris.
Meskipun berita resmi menyatakan bahwa ia terkena serangan
jantung, namun banyak orang percaya bahwa ia diracuni oleh agen rahasia
pemerintah Iran. Jenazahnya kemudian di kebumikan di Damaskus, Suriah. Setahun
setelah kematian Ali Syari‟ati, Dinasti Pahlevi runtuh dan lahirlah Republik
Islam Iran pada 16 Januari 1979. Ia dinilai memainkan peran penting menjelang
Revolusi Iran yang dipimpin Ayatullah Ruhullah Khomeini pada tahun 1978, yang
melahirkan berdirinya Republika Islam Iran.
B. Pokok-Pokok Pemikiran
Ali Syariati
A. Metode Dalam
Memahami Agama Islam
a. Metode
Komparasi
Membandingkan agama Islam dengan agama
lain antara ajaran dalam al-Qur,an dengan ajaran di kitab suci lainnya, antara
pribadi Rasulullah dengan tokoh besar yang lain yangb bertujuan untuk menemukan
perbedaan yang menjadi ciri khas agama Islam.
b. Pendekatan
Aliran
Sesuai dengan bidang masing-masing Islam
mengandung berbagai aspek sehingga dapat difahami dengan berbagai perspektif
Pemahaman Islam yang ditawarkan Ali Syari‟ati berbeda dengan pemahaman
mainstream saat itu. Islam yang dipahami banyak orang di masa Syari‟ati adalah
Islam yang hanya sebatas agama ritual dan fiqh yang tidak menjangkau
persoalan-persoalan politik dan sosial kemasyarakatan. Islam hanyalah
sekumpulan dogma untuk mengatur bagaimana beribadah tetapi tidak menyentuh sama
sekali cara yang paling efektif untuk menegakkan keadilan, strategi melawan
kezaliman atau petunjuk untuk membela kaum tertindas (mustad‟afîn). Islam yang
demikian itu dalam banyak kesempatan sangat menguntungkan pihak penguasa yang
berbuat sewenang-wenang dan mengumbar ketidakadilan, karena ia bisa berlindung
di balik dogma-dogma yang telah dibuat sedemikian rupa untuk melindungi
kepentingannya.
Islam dalam pandangan Syari‟ati bukanlah agama yang hanya
memperhatikan aspek spiritual dan moral atau hanya sekadar hubungan antara
hamba dengan Sang Khaliq (Hablu min Allah), tetapi lebih dari itu, Islam adalah
sebuah ideologi emansipasi dan pembebasan. Dia berpendapat :
" Adalah perlu menjelaskan tentang apa yang kita maksud dengan
Islam. Islam keadilan dan kepemimpinan yang pantas; bukan Islamnya penguasa,
aristokrasi dan kelas atas. Islam kebebasan, kemajuan (progress) dan kesadaran;
bukan Islam perbudakan, penawanan dan pasivitas. Islam kaum mujâhid; bukan
Islamnya kaum ulama. Islam kebajikan dan tanggungjawab pribadi dan protes;
bukan Islam yang menekankan dissimulasi (taqiyeh) keagamaan, wasilah ulama dan
campur tangan Tuhan. Islam perjuangan untuk keimanan dan pengetahuan ilmiah;
bukan Islam yang menyerah, dogmatis, dan imitasi tidak kritis (taqlîd) kepada
ulama" .
Syari'ati juga mengatakan masyarakat Islam sejati tak
mengenal kelas. Islam menjadi sarana bagi orang-orang yang tercerabut haknya,
yang tersisa, lapar, tertindas, dan terdiskriminasi, untuk membebaskan diri
mereka dari ketertindasan itu. Syariati mendasarkan Islamnya pada kerangka
ideologis. Dia memahami Islam sebagai kekuatan revolusioner untuk melawan
segala bentuk tirani, penindasan, dan ketidakadilan menuju persamaan tanpa
kelas. Syari'ati bahkan mencetuskan formula baru:‟‟Saya memberontak maka saya
ada‟‟.
Bagi Syari‟ati, Islam sejati bersifat revolusioner. Tetapi
entah mengapa dalam perjalanan waktu kemudian Islam telah berubah menjadi
seperangkap doa-doa dan ritual yang tak bermakna sama sekali dalam kehidupan.
Islam hanya sebatas agama yang mengurus bagaimana orang mati, tetapi tidak
peduli bagaimana orang bisa survive dalam kehidupan di tengah gelombang
diskriminasi, eksploitasi, dan aneka penindasan dari para penguasa zalim.
Agama model seperti ini yang sangat disukai
para penguasa untuk menjaga kekuasaannya tetap aman, tanpa ada gangguan dari
orang-orang yang ingin mengamalkan Islam sejati.
Gagasan Syari‟ati tentang Islam revoluioner atau Islam
pembebasan sejalan dengan gagasan tentang teologi pembebasan (theology of liberation) yang banyak
diusung oleh tokoh-tokoh revolusioner baik di Amerika Latin maupun Asia. Ide
dasar keduanya hampir sama yakni ingin mendobrak kemapanan lembaga resmi
keagamaan (Ulama, Gereja) yang posisinya selalu berada pada pihak kekuasaan,
dan berpaling dari kenyataan riil umatnya yang selalu ditindas oleh kekuasaan
itu. Mereka sama-sama memberontak dan tidak puas dengan seperangkat doktrin
yang telah dibuat oleh ulama atau gereja untuk melindungi kepentingan kelas
atas dan menindas kelas bawah. Islam revolusioner dan teologi pembebasan
sama-sama berupaya untuk mengakhiri dominasi lembaga resmi agama dan mengembalikan
hak menafsirkan agama itu kepada rakyat, sehingga doktrin-doktrin yang
terbentuk adalah ajaran agama sejati yang berpihak pada kepentingan
rakyat.
Sejalan dengan kerangka pikir
gerakan teologi pembebasan yang diusung oleh kalangan revolusioner di
lingkungan agama Katholik, Islam revolusioner atau Islam pembebasan kurang
lebih mempunyai kerangka pikir yang sama. Teologi pembebasan berbasis pada
kesadaran rohani dan Islam pembebasan juga berbasis pada kesadaran Islam sejati
atau otentik. Masing-masing mempunyai tujuan untuk menjadikan agama sebagai
sarana untuk memperjuangkan tegaknya keadilan, dan menjaga agar tidak ada
penindasan di muka bumi ini.
Seperti yang telah disebut di muka, Syari‟ati
"menuduh" ulama sebagai sumber utama atas penyelewengan ajaran Islam
yang bersifat revolusioner. Di tangan ulama, Islam telah menjadi agama
"orang mati" yang tidak berdaya melawan "orang-orang yang
serakah".
C. Pandangan Para Ulama terhadap Ali Syari’ati[4]
Kritik yang cukup pedas dari Syari‟ati kepada golongan
ulama membuat para ulama menberikan reaksi balik. Muthahari, salah sorang ulama
terkemuka, memandang Syari‟ati telah memperalat Islam untuk tujuan-tujuan
politis dan sosialnya. Lebih jauh Muthahari menilai, aktivisme politik protes
Syari‟ati menimbulkan tekanan politis yang sulit untuk dipikul oleh sebuah
lembaga keagamaan seperti Hussainiyeh Ersyad dari rezim Syah.
Selain Muthahhari, masih banyak ulama sumber panutan
(marja‟ taqlid) seperti Ayâtullah Khû‟i, Milani, Rûhani, dan Thabathâba‟i yang
juga turut mengecam suara-suara kritis Syari‟ati. Bahkan mereka mengeluarkan
fatwa yang melarang membeli, menjual, dan membaca tulisan-tulisan Syari‟ati.
Kaum ulama tradisional juga memandang Syari‟ati sebagai fokoli (orang berdasi)
berpendidikan barat yang arogan yang sedang mengajarkan Islam berdasarkan atas
pendidikannya di universitas-universitas luar negeri.[5]
Setelah Syari‟ati mengkritik ulama yang dinilainya sebagai
akhund, Syari‟ati lantas menyampaikan tipikal ulama ideal. Menurutnya, ulama
ideal, secara sederhana, adalah ulama aktivis, yang menggalang massa untuk
melakukan gerakan protes. Sehingga dalam hal ini, ia menjadikan ayahnya sendiri
dan Ayâtullah Muhammad Baqir Sadr (dihukum mati oleh pemerintah Republik Islam
Iran tahun 1979) atau pemikir aktivis dari kalangan Sunni seperti al-Afghani
sebagai idolanya. Khomaeni tentu saja cocok dengan kerangka Syari‟ati mengenai
ulama. Tetapi Syari‟ati tidak pernah menyatakan perasaannya secara terbuka
tentang Khomaeni. Informasi yang ada nampaknya memberikan indikasi bahwa
Syari‟ati mengakui Khomaeni sebagai pemimpin besar.
D. Karya-karya
Ali Syari‟ati banyak menulis buku baik dibidang kajian
politik, hukum, sosial sampai masalah ibadah dan sebagainya. Sejak awal ia
aktif menyuarakan pendapatnya melalui tulisan-tulisannya diantaranya adalah, Abu Dzar, Pemimpin Mustad’afi>n, Haji, dan
sebagainya. Berikut penulis sajika
sebagian tulisan Ali Syari‟ati yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:
a. Man and Islam (Tugas Cendekiawan Muslim)
Buku ini merupakan kumpulan ceramah-ceramah Ali Syari‟ati
ketika beliau memberikan kuliah di Universitas. Dalam buku ini Ali Syari‟ati
kerap menyoal tugas-tugas yang diemban oleh seorang ilmuan muslim.
b. Peranan
Cendekiawan Muslim
Menurut Ali Syari‟ati cendikiawan memiliki peran yang
sangat penting dalam reformasi sosial. Kedudukan intelektual adalah sebagai motor
penggerak penegakan keadilan.
Sehingga dalam pandangan Ali Syari‟ati
seorang cendikiawan tidak sekedar berkutat pada teori saja akan tetapi
bertanggung jawab pada masyarakat sosial secara luas.
c. Red Shi’ism (Islam Mazhab Pemikiran dan
Aksi)
Buku ini berbicara banyak tentang mazhab dan ideology Syiah,
Ideologi Syiah merah, tipe-tipe mazhab dalam Syiah serta pembahasan lainnya.
Poin yang lebih dari buku ini adalah pendekatan yang dipakai oleh Syari‟ati
adalah Antropologis dan juga filosofis.
d. Al-Ummah wa Al-Ima>mah (Ummah dan
Imamah)
Inilah karya lengkap Ali Syari‟ati tentang kepemimpinan
dalam Islam. Didalamnya dijelaskan secara lengkap konsep imamah sekaligus
hubungannya engan ummah. Perspketif yang digunakan adalah perspektif dari
ideology Syiah. Walaupun begitu Ali Syari‟ati membahasnya sesuai dengan
sejarah-sejarah kepemimpinan Islam sejak Rasulullah sampai dengan sahabat.
e. Al-Insan, Al-Islam wa Madaris Al-Gharb
(humanisme Antara Islam dan Barat)
Paham tentang kemanusiaan sering diperdebatkan.
Ukuran-ukuran “memanusikan manusia” acapkali controversial. Oleh karenanya Ali Syari‟ati merasa perlu untuk
membahas bagaimana sebenarnya konsep Islam tentang humanisme. Akan tetapi dalam
bahasan ini, Ali Syari‟ati juga membahas humanisme dalam konsep barat.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Selain Ayatullah Ruhollah Khomeini, Iran juga memiliki
tokoh besar yang amat berpengaruh khususnya di kalangan intelektual muda, dalam
memobilisasi perlawanan terhadap Syah Iran. Tokoh itu bernama Ali Syari‟ati. Ia
merupakan seorang pemikir sosial terkemuka Iran abad ke-20.Di samping juga
seorang ahli politik dan ahli syariat.
Ali Syari‟ati lahir 23 November 1933, di desa Maziman, pinggiran kota
Masyhad dan Sabzavar, Propinsi Khorasan, Iran. Desanya berada di tepi gurun
pasir Dasht I Kavir, di sebelah Timur Laut Iran. Dia lahir dari keluarga ulama.
Ayahnya, Muhammad Taqi Syari‟ati adalah seorang ulama yang mempunyai silsilah
panjang keluarga ulama dari Masyhad, kota tempat pemekaman Imam Ali Al-Ridha(w
818), Imam ke delapan dari kepercayaan Islam
Syi‟ah.
Kehidupan Syari‟ati berakar di pedesaan. Di sanalah seperti
ditulisnya dalam otobiografinya pandangan dunia Syari‟ati pertama kali
dibentuk. Dia begitu bangga akan leluhurnya, yang merupakan ulama-ulama
terkemuka di masanya dan mereka memilih menyepi di gurun Kavir.
Guru pertama Syari‟ati adalah Taqi Syari‟ati, ayahnya
sendiri, yang memutuskan untuk mengajar di kota Mashyad, dan tidak kembali ke
desanya seperti tradisi leluhurnya.Sang ayah adalah ulama yang berbeda dari
ulama tradisional. Sang ayah ini mempunyai perpustakaan lengkap dan besar yang
selalu di kenang Syari‟ati, yang secara metaforis dilukiskan sebagai mata air
yang terus menyinari pikiran dan jiwanya.Di masa kecilnya ini, Syari‟ati gemar
membaca di perpustakaan ayahnya yang besar. Bahan bacaannya antara lain Les
Miserables (Victor Hugo), buku tentang vitamin dan sejarah sinema terjemahan
Hasan Safari, dan Great Philosophies terjemahan Ahmad Aram
Syari‟atikecil juga mulai menyukai filsafat
dan mistisme sejak tahun-tahun pertamanya disekolah menengah.
Kombinasi sosok intelektual dan aktivis yang terjun
langsung ke lapangan membela ketidakadilan ini sedikit membentuk semangat
intelektual yang juga aktivis politik revolusioner. Dan dia pula, Syari‟ati
menyerap pandagan tentang konstruksi sosiologis Marx, khususnya banalisa
tentang kelas social dan truisme (itsar). Syari‟ati mengaku lebih banyak
dipengaruhi Massigmon, George Gurvich, Jean-Paul Sartre, dan Franz Fanon.
Ketika berada di Perancis, dia sadar bahwa pemikiran Barat bisa mencerahkan
sekaligus memperbudak pemikiran pelajar Iran.
Modernisasi dari atas dan sentralisasi kekuasaan yang
dilakukan dengan tangan besi; penerapan cara-cara militer yang „mengharuskan
represi brutal terhadap mereka yang menentang, menjadi cirri utama rezim
kekuasaan Reza Syah. Modernisasi dan Industrialisasi yang dijalankan pada
dasarnya berkiblat pada Negara-negara di Eropa Barat.
Dia melihat adanya proses pembaratan total yang membentuk
Eropanoid. Dari sini muncul pemikirannya yang memetakan intelektual menjadi
Intelektual Islam yang meniru, dan „intelektual sejati‟ yang mengikuti tradisi
para nabi dan menyadarkan umatnya sekaligus punya tanggung jawab dan misi
social. Syari‟ati juga berusaha memecahkan masalah yang dihadapi Kaum Muslim
berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Pada tanggal 18 Juni, Pouran, istri
Syari‟ati, beserta tiga putrinya hendak menyusul ke London. Tetapi, kali ini
pihak berwenang menolak mengizinkan Pouran dan Mona, anaknya yang berusia 6
tahun, untuk meninggalkan Iran. Tetapi Soosan dan Sara, dua anak lainnya,
diperbolehkan. Begitu keduanya tiba di
Heathrow, Syari‟ati menjemputnya dan
membawa mereka ke sebuah rumah yang telah disewa di daerah Southampton,
Inggris.
Tetapi keesokan paginya, 19 Juni 1977, Syari‟ati ditemukan
tewas di Southampton, Inggris. Pemerintah Iaran menyatakan Syari‟ati tewas
akibat penyakit jantung, tetapi banyak yang percaya bahwa dia dibunuh oleh
polisi rahasia Iran. Kematiannya menjadi mitos "Islam Militan"
Popularitasnya memuncak selama berlangsungnya revolusi Iran, Februari 1979.
Saat itu, Fotonya mendominasi jalan-jalan di Teheran berdampingan dengan
Ayatullah Khomeini.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ali
Rahnema, Ali Syari‟ati biografi politik intelektual revolusioner, terjemah Dien
wahid, dkk.(Jakarta,Erlangga,2002),hlm.53
[2] Ibid,hlm.58
[3] Lihat
dunia.pelajar-islam.or.id/.../islam-agama-pembebasan-ali-syariati.html [4] Lihat dunia.pelajar-islam.or.id/.../islam-agama-pembebasan-ali-syariati.html [5] Ibid,hlm.415
Rahnema, Ali. Ali
Syari’ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner. Jakarta :
Erlangga.2002
Nasution, Hasyimsyah. Filsafat
Islam. Jakarta : Gaya Media Pratama. 1999 dunia.pelajar-islam.or.id/.../islam-agama-pembebasan-ali-syariati.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar