Rabu, 16 Desember 2015

PEMIKIRAN PEMBAHARUAN ALI SYARIATI

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT, yang karena ridho dan rahmat-Nya, makalah sederhana tentang Studi Islam ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada  baginda Rasulullah SAW.
 Alhamdulillah atas limpahan nikmat-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang
Pemikiran Ali Syari‟ati ini, yang diajukan guna memenuhi salah satu tugas mata kuliah. Kami menyadari bahwa makalah ini sarat dengan kelemahan, kekurangan, dan mungkin juga kesalahan. Selanjutnya kami mengucapkan banyak terimakasih kepada semua pihak  yang telah memberikan kontribusinya dalam penulisan makalah ini.  

Pada akhirnya, tetaplah kesempurnaan itu milik Allah. Sehingga, meskipun masih banyak kekurangan yang terdapat dalam makalah ini, semoga apa yang terkandung di dalamnya tetap membawa manfaat yang dapat membawa kita pada Islam  yang sebenarnya, sebagai agama yang rahmatan lil’alamin.



     Bandung,07 Desember 2015


     Penyusun                                                       
                                  
     


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang


Perkembangan Agama Islam yang begitu pesat, menuntut kita untuk mengetahui lebih luas lagi hakikat agama tersebut. Islam memanglah suatu agama yang tidak di ragukan lagi kebenarannya, tapi di balik kebenaran mutlak itu, terdapat banyak hal yang harus di kaji lebih mendalam, agar kebenaran mutlak itu tidak hanya sekedar kepercayaan yang tidak terbukti. 
Diantara beberapa kajian tentang Islam tersebut, terdapat satu unsur yang sangat penting untuk di kaji lebih intensif. Diantaranya adalah pemikiran Ali Syari‟ati, seorang tokoh Islam  terkemuka dari Iran.
Dengan tersusunnya makalah ringan ini, di harapkan kita dapat mengetahui beberapa metode pendekatan yang di gunakan oleh para tokoh terkemuka Islam, khususnya metode yang di gunakan oleh Ali Syari‟ati, sehingga kita dapat lebih mangenal lagi agama kita.

B. Tujuan

Tujuan dari pembuatan makalah ini antara lain :
a.       Memperluas pengetahuan dan wawasan tentang para pemikir Islam khususnya Ali
Syari‟ati.
b.      Mengetahui biografi pemikir tersebut dan pemikiran-pemikirannya tentang Islam.
c.       Mengetahui karya dari ali syariati

C. Rumusan Masalah

Secara garis besar pada  dasarnya terdapat beberapa rumusan masalah  yang tersusun dalam makalah  ini yakni antara lain  : 
a)      Siapakah Ali Syari‟ati itu ?
b)      Apa Saja Pokok-Pokok pemikiran Ali syari‟ati tentang Islam?
c)      Bagaimana Pandangan para Ulama terhadap  Ali Syari‟ati?
d)     Apa saja karya ali syariati


BAB II
PEMBAHASAN

A. Biografi Singkat Ali Syari’ati

Ali Syari‟ati, anak pertama dari keluarga miskin Muhammad Taqi dan Zahra, dilahirkan pada 24 November 1933 di sebuah desa kecil di Kahak, sekitar 70 kilometer dari Sabzevar. Ia merupakan anak pertama sekaligus anak laki-laki satu-satunya dengan tiga saudara perempuannya, Tehereh, Tayebeh, dan Batul (Afsaneh).[1]
Pada masa kecilnya, Ali adalah anak yang pendiam, pemalu dan tidak mudah bersosialisasi. Dia lebih suka menyendiri memisahkan diri dari aktivitas teman-temannya. Dia anak yang  nakal dan sering bolos sekolah. Meskipun begitu ada hal yang patut di kagumi pada diri Ali, yakni dia adalah seorang kutu buku, bahkan selama tahun pertamanya di sekolah dasar dia telah mengenal koleksi perpustakaan ayahnya yang memiliki koleksi dua ribu buku.[2]   
Pada usia 17 tahun, Ali Syari‟ati belajar pada sebuah lembaga pendidikan, Primary Teacher‟s Training College. Pada usia 20 tahun, ia mendirikan organisasi Persatuan Pelajar Islam di Masyhad, Iran. Pada tahun 1958 (ketika berusia 25 tahun) ia meraih gelar sarjana muda dalam ilmu bahasa Arab dan Perancis. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Sorbonne, Paris, setelah berhasil memenangkan beasiswa untuk belajar di negara itu. Ia belajar di Perancis sampai meraih gelar doktor pada tahun 1963.
Setahun kemudian, ia pulang ke negara kelahirannya. Setibanya di Iran, ia mengawali langkahnya dengan menyampaikan ilmu yang diperolehnya dari berbagai sekolah dan akademi. Kemudian ia mengadakan perjalanan keliling dalam rangka mendirikan Husyaimiah Irsyad, sebuah lembaga pendidikan pengkajian Islam yang kelak menjadi wadah pembinaan kader militan pemuda-pemuda    revolusioner.
 Karena aktivitas politiknya yang menentang kediktatoran Syah Iran, Ali Syari‟ati mengalami banyak kesulitan dalam hidupnya. Ia sudah harus menjalani kehidupan di belakang terali besi dalam usia muda. Namun, hal tersebut tidak membuatnya mundur.
Periode kedua tahun 1960-an, Ali Syari‟ati bergabung dengan Universitas Masyhad. Kuliahkuliahnya di masjid kampus ini sangat diminati oleh sejumlah besar mahasiswa. Karena ada kekhawatiran akan meningkatnya pengaruh Ali Syari‟ati, pada tahun 1968 pemerintah Iran memaksanya menjalani masa pensiun pada usia yang relatif masih muda yaitu 25 tahun.
Walaupun demikian, ia tetap sering berceramah di berbagai perguruan tinggi dan masjid di kota-kota besar Iran. 
Kuliah-kuliahnya yang simpatik dan berbobot menimbulkan kepercayaan diri bagi jutaan muslimin di Iran. Sejumlah intelektual Islam, para mahasiswa, dan masyarakat Iran tertarik kembali untuk mengkaji Islam yang memberikan potensi besar dalam upaya memberi makna bagi kehidupan pribadi dan nasib bangsa.
 Ali Syari‟ati adalah seorang orator luar biasa, lidahnya setajam penanya. Dengan kelihaiannya, kampus dan masjid-masjid di Iran menjadi pusat kegiatan organisasi revolusioner. Ia juga tampil memimpin perlawanan terhadap pemerintahan Syah Iran. Oleh karena aktivitas politiknya, pada tahun 1974, Ali Syari‟ati ditangkap. Ia kemudian menjalani tahanan rumah sampai tahun 1977.
Pada bulan Mei 1977, ia terpaksa meninggalkan Iran menuju Inggris untuk menghindarkan diri dari kejaran penguasa. Namun, rezim Syah tidak mengizinkannya ke luar negeri untuk berbicara serta menulis secara bebas, serta menawan istri dan anak Ali Syari‟ati.
Tidak lama setelah itu, tepatnya tanggal 21 Juni 1977, Ali Syari‟ati ditemukan tewas di rumah kerabatnya di Southampton, Inggris.
Meskipun berita resmi menyatakan bahwa ia terkena serangan jantung, namun banyak orang percaya bahwa ia diracuni oleh agen rahasia pemerintah Iran. Jenazahnya kemudian di kebumikan di Damaskus, Suriah. Setahun setelah kematian Ali Syari‟ati, Dinasti Pahlevi runtuh dan lahirlah Republik Islam Iran pada 16 Januari 1979. Ia dinilai memainkan peran penting menjelang Revolusi Iran yang dipimpin Ayatullah Ruhullah Khomeini pada tahun 1978, yang melahirkan berdirinya Republika Islam Iran.

       B. Pokok-Pokok Pemikiran Ali Syariati

A. Metode Dalam Memahami Agama Islam
a.       Metode Komparasi
Membandingkan agama Islam dengan agama lain antara ajaran dalam al-Qur,an dengan ajaran di kitab suci lainnya, antara pribadi Rasulullah dengan tokoh besar yang lain yangb bertujuan untuk menemukan perbedaan yang menjadi ciri khas agama Islam.
b.      Pendekatan Aliran
Sesuai dengan bidang masing-masing Islam mengandung berbagai aspek sehingga dapat difahami dengan berbagai perspektif
c.       Islam Agama Pembebasan[3]
       Pemahaman Islam yang ditawarkan Ali Syari‟ati berbeda dengan pemahaman mainstream saat itu. Islam yang dipahami banyak orang di masa Syari‟ati adalah Islam yang hanya sebatas agama ritual dan fiqh yang tidak menjangkau persoalan-persoalan politik dan sosial kemasyarakatan. Islam hanyalah sekumpulan dogma untuk mengatur bagaimana beribadah tetapi tidak menyentuh sama sekali cara yang paling efektif untuk menegakkan keadilan, strategi melawan kezaliman atau petunjuk untuk membela kaum tertindas (mustad‟afîn). Islam yang demikian itu dalam banyak kesempatan sangat menguntungkan pihak penguasa yang berbuat sewenang-wenang dan mengumbar ketidakadilan, karena ia bisa berlindung di balik dogma-dogma yang telah dibuat sedemikian rupa untuk melindungi kepentingannya. 
Islam dalam pandangan Syari‟ati bukanlah agama yang hanya memperhatikan aspek spiritual dan moral atau hanya sekadar hubungan antara hamba dengan Sang Khaliq (Hablu min Allah), tetapi lebih dari itu, Islam adalah sebuah ideologi emansipasi dan pembebasan. Dia berpendapat :
" Adalah perlu menjelaskan tentang apa yang kita maksud dengan Islam. Islam keadilan dan kepemimpinan yang pantas; bukan Islamnya penguasa, aristokrasi dan kelas atas. Islam kebebasan, kemajuan (progress) dan kesadaran; bukan Islam perbudakan, penawanan dan pasivitas. Islam kaum mujâhid; bukan Islamnya kaum ulama. Islam kebajikan dan tanggungjawab pribadi dan protes; bukan Islam yang menekankan dissimulasi (taqiyeh) keagamaan, wasilah ulama dan campur tangan Tuhan. Islam perjuangan untuk keimanan dan pengetahuan ilmiah; bukan Islam yang menyerah, dogmatis, dan imitasi tidak kritis (taqlîd) kepada ulama" .
Syari'ati juga mengatakan masyarakat Islam sejati tak mengenal kelas. Islam menjadi sarana bagi orang-orang yang tercerabut haknya, yang tersisa, lapar, tertindas, dan terdiskriminasi, untuk membebaskan diri mereka dari ketertindasan itu. Syariati mendasarkan Islamnya pada kerangka ideologis. Dia memahami Islam sebagai kekuatan revolusioner untuk melawan segala bentuk tirani, penindasan, dan ketidakadilan menuju persamaan tanpa kelas. Syari'ati bahkan mencetuskan formula baru:‟‟Saya memberontak maka saya ada‟‟.
Bagi Syari‟ati, Islam sejati bersifat revolusioner. Tetapi entah mengapa dalam perjalanan waktu kemudian Islam telah berubah menjadi seperangkap doa-doa dan ritual yang tak bermakna sama sekali dalam kehidupan. Islam hanya sebatas agama yang mengurus bagaimana orang mati, tetapi tidak peduli bagaimana orang bisa survive dalam kehidupan di tengah gelombang diskriminasi, eksploitasi, dan aneka penindasan dari para penguasa zalim.
Agama model seperti ini yang sangat disukai para penguasa untuk menjaga kekuasaannya tetap aman, tanpa ada gangguan dari orang-orang yang ingin mengamalkan Islam sejati.
Gagasan Syari‟ati tentang Islam revoluioner atau Islam pembebasan sejalan dengan gagasan tentang teologi pembebasan (theology of liberation) yang banyak diusung oleh tokoh-tokoh revolusioner baik di Amerika Latin maupun Asia. Ide dasar keduanya hampir sama yakni ingin mendobrak kemapanan lembaga resmi keagamaan (Ulama, Gereja) yang posisinya selalu berada pada pihak kekuasaan, dan berpaling dari kenyataan riil umatnya yang selalu ditindas oleh kekuasaan itu. Mereka sama-sama memberontak dan tidak puas dengan seperangkat doktrin yang telah dibuat oleh ulama atau gereja untuk melindungi kepentingan kelas atas dan menindas kelas bawah. Islam revolusioner dan teologi pembebasan sama-sama berupaya untuk mengakhiri dominasi lembaga resmi agama dan mengembalikan hak menafsirkan agama itu kepada rakyat, sehingga doktrin-doktrin yang terbentuk adalah ajaran agama sejati yang berpihak pada kepentingan rakyat. 
Sejalan dengan kerangka pikir gerakan teologi pembebasan yang diusung oleh kalangan revolusioner di lingkungan agama Katholik, Islam revolusioner atau Islam pembebasan kurang lebih mempunyai kerangka pikir yang sama. Teologi pembebasan berbasis pada kesadaran rohani dan Islam pembebasan juga berbasis pada kesadaran Islam sejati atau otentik. Masing-masing mempunyai tujuan untuk menjadikan agama sebagai sarana untuk memperjuangkan tegaknya keadilan, dan menjaga agar tidak ada penindasan di muka bumi ini.
Seperti yang telah disebut di muka, Syari‟ati "menuduh" ulama sebagai sumber utama atas penyelewengan ajaran Islam yang bersifat revolusioner. Di tangan ulama, Islam telah menjadi agama "orang mati" yang tidak berdaya melawan "orang-orang yang serakah".

   C.  Pandangan Para Ulama terhadap Ali Syari’ati[4]  

Kritik yang cukup pedas dari Syari‟ati kepada golongan ulama membuat para ulama menberikan reaksi balik. Muthahari, salah sorang ulama terkemuka, memandang Syari‟ati telah memperalat Islam untuk tujuan-tujuan politis dan sosialnya. Lebih jauh Muthahari menilai, aktivisme politik protes Syari‟ati menimbulkan tekanan politis yang sulit untuk dipikul oleh sebuah lembaga keagamaan seperti Hussainiyeh Ersyad dari rezim Syah. 
Selain Muthahhari, masih banyak ulama sumber panutan (marja‟ taqlid) seperti Ayâtullah Khû‟i, Milani, Rûhani, dan Thabathâba‟i yang juga turut mengecam suara-suara kritis Syari‟ati. Bahkan mereka mengeluarkan fatwa yang melarang membeli, menjual, dan membaca tulisan-tulisan Syari‟ati. Kaum ulama tradisional juga memandang Syari‟ati sebagai fokoli (orang  berdasi) berpendidikan barat yang arogan yang sedang mengajarkan Islam berdasarkan atas pendidikannya di universitas-universitas luar negeri.[5]         
Setelah Syari‟ati mengkritik ulama yang dinilainya sebagai akhund, Syari‟ati lantas menyampaikan tipikal ulama ideal. Menurutnya, ulama ideal, secara sederhana, adalah ulama aktivis, yang menggalang massa untuk melakukan gerakan protes. Sehingga dalam hal ini, ia menjadikan ayahnya sendiri dan Ayâtullah Muhammad Baqir Sadr (dihukum mati oleh pemerintah Republik Islam Iran tahun 1979) atau pemikir aktivis dari kalangan Sunni seperti al-Afghani sebagai idolanya. Khomaeni tentu saja cocok dengan kerangka Syari‟ati mengenai ulama. Tetapi Syari‟ati tidak pernah menyatakan perasaannya secara terbuka tentang Khomaeni. Informasi yang ada nampaknya memberikan indikasi bahwa Syari‟ati mengakui Khomaeni sebagai pemimpin besar.

D. Karya-karya

Ali Syari‟ati banyak menulis buku baik dibidang kajian politik, hukum, sosial sampai masalah ibadah dan sebagainya. Sejak awal ia aktif menyuarakan pendapatnya melalui tulisan-tulisannya diantaranya adalah, Abu Dzar, Pemimpin Mustad’afi>n, Haji, dan sebagainya. Berikut penulis sajika sebagian tulisan Ali Syari‟ati yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia:
a.  Man and Islam (Tugas Cendekiawan Muslim)
Buku ini merupakan kumpulan ceramah-ceramah Ali Syari‟ati ketika beliau memberikan kuliah di Universitas. Dalam buku ini Ali Syari‟ati kerap menyoal tugas-tugas yang diemban oleh seorang ilmuan muslim.
b. Peranan Cendekiawan Muslim
Menurut Ali Syari‟ati cendikiawan memiliki peran yang sangat penting dalam reformasi sosial. Kedudukan intelektual adalah sebagai motor penggerak penegakan keadilan.
Sehingga dalam pandangan Ali Syari‟ati seorang cendikiawan tidak sekedar berkutat pada teori saja akan tetapi bertanggung jawab pada masyarakat sosial secara luas. 


c.  Red Shi’ism (Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi)
Buku ini berbicara banyak tentang mazhab dan ideology Syiah, Ideologi Syiah merah, tipe-tipe mazhab dalam Syiah serta pembahasan lainnya. Poin yang lebih dari buku ini adalah pendekatan yang dipakai oleh Syari‟ati adalah Antropologis dan juga filosofis.
d. Al-Ummah wa Al-Ima>mah (Ummah dan Imamah)
Inilah karya lengkap Ali Syari‟ati tentang kepemimpinan dalam Islam. Didalamnya dijelaskan secara lengkap konsep imamah sekaligus hubungannya engan ummah. Perspketif yang digunakan adalah perspektif dari ideology Syiah. Walaupun begitu Ali Syari‟ati membahasnya sesuai dengan sejarah-sejarah kepemimpinan Islam sejak Rasulullah sampai dengan sahabat.
e.  Al-Insan, Al-Islam wa Madaris Al-Gharb (humanisme Antara Islam dan Barat)
Paham tentang kemanusiaan sering diperdebatkan. Ukuran-ukuran “memanusikan manusia” acapkali controversial. Oleh karenanya Ali Syari‟ati merasa perlu untuk membahas bagaimana sebenarnya konsep Islam tentang humanisme. Akan tetapi dalam bahasan ini, Ali Syari‟ati juga membahas humanisme dalam konsep barat. 


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN


Selain Ayatullah Ruhollah Khomeini, Iran juga memiliki tokoh besar yang amat berpengaruh khususnya di kalangan intelektual muda, dalam memobilisasi perlawanan terhadap Syah Iran. Tokoh itu bernama Ali Syari‟ati. Ia merupakan seorang pemikir sosial terkemuka Iran abad ke-20.Di samping juga seorang ahli politik dan ahli syariat.               
            Ali Syari‟ati lahir 23 November 1933, di desa Maziman, pinggiran kota Masyhad dan Sabzavar, Propinsi Khorasan, Iran. Desanya berada di tepi gurun pasir Dasht I Kavir, di sebelah Timur Laut Iran. Dia lahir dari keluarga ulama. Ayahnya, Muhammad Taqi Syari‟ati adalah seorang ulama yang mempunyai silsilah panjang keluarga ulama dari Masyhad, kota tempat pemekaman Imam Ali Al-Ridha(w 818), Imam ke delapan dari kepercayaan Islam
Syi‟ah.
Kehidupan Syari‟ati berakar di pedesaan. Di sanalah seperti ditulisnya dalam otobiografinya pandangan dunia Syari‟ati pertama kali dibentuk. Dia begitu bangga akan leluhurnya, yang merupakan ulama-ulama terkemuka di masanya dan mereka memilih menyepi di gurun Kavir.
Guru pertama Syari‟ati adalah Taqi Syari‟ati, ayahnya sendiri, yang memutuskan untuk mengajar di kota Mashyad, dan tidak kembali ke desanya seperti tradisi leluhurnya.Sang ayah adalah ulama yang berbeda dari ulama tradisional. Sang ayah ini mempunyai perpustakaan lengkap dan besar yang selalu di kenang Syari‟ati, yang secara metaforis dilukiskan sebagai mata air yang terus menyinari pikiran dan jiwanya.Di masa kecilnya ini, Syari‟ati gemar membaca di perpustakaan ayahnya yang besar. Bahan bacaannya antara lain Les Miserables (Victor Hugo), buku tentang vitamin dan sejarah sinema terjemahan Hasan Safari, dan Great Philosophies terjemahan Ahmad Aram
Syari‟atikecil juga mulai menyukai filsafat dan mistisme sejak tahun-tahun pertamanya disekolah menengah.
Kombinasi sosok intelektual dan aktivis yang terjun langsung ke lapangan membela ketidakadilan ini sedikit membentuk semangat intelektual yang juga aktivis politik revolusioner. Dan dia pula, Syari‟ati menyerap pandagan tentang konstruksi sosiologis Marx, khususnya banalisa tentang kelas social dan truisme (itsar). Syari‟ati mengaku lebih banyak dipengaruhi Massigmon, George Gurvich, Jean-Paul Sartre, dan Franz Fanon. Ketika berada di Perancis, dia sadar bahwa pemikiran Barat bisa mencerahkan sekaligus memperbudak pemikiran pelajar Iran. 
Modernisasi dari atas dan sentralisasi kekuasaan yang dilakukan dengan tangan besi; penerapan cara-cara militer yang „mengharuskan represi brutal terhadap mereka yang menentang, menjadi cirri utama rezim kekuasaan Reza Syah. Modernisasi dan Industrialisasi yang dijalankan pada dasarnya berkiblat pada Negara-negara di Eropa Barat.
Dia melihat adanya proses pembaratan total yang membentuk Eropanoid. Dari sini muncul pemikirannya yang memetakan intelektual menjadi Intelektual Islam yang meniru, dan „intelektual sejati‟ yang mengikuti tradisi para nabi dan menyadarkan umatnya sekaligus punya tanggung jawab dan misi social. Syari‟ati juga berusaha memecahkan masalah yang dihadapi Kaum Muslim berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Pada tanggal 18 Juni, Pouran, istri Syari‟ati, beserta tiga putrinya hendak menyusul ke London. Tetapi, kali ini pihak berwenang menolak mengizinkan Pouran dan Mona, anaknya yang berusia 6 tahun, untuk meninggalkan Iran. Tetapi Soosan dan Sara, dua anak lainnya, diperbolehkan. Begitu keduanya tiba di
Heathrow, Syari‟ati menjemputnya dan membawa mereka ke sebuah rumah yang telah disewa di daerah Southampton, Inggris.
Tetapi keesokan paginya, 19 Juni 1977, Syari‟ati ditemukan tewas di Southampton, Inggris. Pemerintah Iaran menyatakan Syari‟ati tewas akibat penyakit jantung, tetapi banyak yang percaya bahwa dia dibunuh oleh polisi rahasia Iran. Kematiannya menjadi mitos "Islam Militan" Popularitasnya memuncak selama berlangsungnya revolusi Iran, Februari 1979. Saat itu, Fotonya mendominasi jalan-jalan di Teheran berdampingan dengan Ayatullah Khomeini.


DAFTAR PUSTAKA

[1]   Ali Rahnema, Ali Syari‟ati biografi politik intelektual revolusioner, terjemah Dien wahid, dkk.(Jakarta,Erlangga,2002),hlm.53
[2]   Ibid,hlm.58
[3]   Lihat dunia.pelajar-islam.or.id/.../islam-agama-pembebasan-ali-syariati.html [4] Lihat dunia.pelajar-islam.or.id/.../islam-agama-pembebasan-ali-syariati.html [5] Ibid,hlm.415
Rahnema, Ali. Ali Syari’ati: Biografi Politik Intelektual Revolusioner. Jakarta :
Erlangga.2002
Nasution, Hasyimsyah. Filsafat Islam. Jakarta : Gaya Media Pratama. 1999 dunia.pelajar-islam.or.id/.../islam-agama-pembebasan-ali-syariati.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar