DEMOKRASI ALA
INDONESIA
Seperti yang dapat kita lihat kondisi
Indonesia saat ini. Indonesia menganut demokrasi Pancasila sesuai dengan
ideologi yang dimiliki. Dimana pemerintahan itu dari rakyat, oleh rakyat dan
untuk rakyat. Namun, pernyataan itu tidak sesuai dengan apa yang telah terjadi
di bumi pertiwi.
Sebaliknya, kenyataan yang terjadi berbanding terbalik dengan apa yang dinyatakan bahwa pemerintahan itu dari, oleh maupun untuk rakyat. Memang kekuasaan berasal dari rakyat dan oleh rakyat. Namun pengaplikasian kekuasaan tersebut tidak kembali ke rakyat. Tetapi, jatuh ke tangan para pemerintah yang tidak menjalankan amanah sesuai dengan apa yang dijanjikannya. Maksudnya, hampir kebanyakan pemerintah menjanjikan kemakmuran kepada rakyatnya. Tapi, ia tidak betul-betul mewujudkan harapan maupun keinginan para rakyatnya. Malah ia mengambil banyak keuntungan dari pengorbanan dan kepercayaan yang diberikan oleh rakyat kepadanya.
Sebaliknya, kenyataan yang terjadi berbanding terbalik dengan apa yang dinyatakan bahwa pemerintahan itu dari, oleh maupun untuk rakyat. Memang kekuasaan berasal dari rakyat dan oleh rakyat. Namun pengaplikasian kekuasaan tersebut tidak kembali ke rakyat. Tetapi, jatuh ke tangan para pemerintah yang tidak menjalankan amanah sesuai dengan apa yang dijanjikannya. Maksudnya, hampir kebanyakan pemerintah menjanjikan kemakmuran kepada rakyatnya. Tapi, ia tidak betul-betul mewujudkan harapan maupun keinginan para rakyatnya. Malah ia mengambil banyak keuntungan dari pengorbanan dan kepercayaan yang diberikan oleh rakyat kepadanya.
Oleh
karena itu, penulis dalam hal ini untuk mengukur dan melihat kondisi demokrasi
di Indonesia terhadap dua aspek, yaitu:
1.
HUKUM
Indonesia adalah negara hukum yang
senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara
dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya
dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen.
Dimanapun
juga, sebuah Negara menginginkan Negaranya memiliki penegak- penegak hukum dan
hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih. Tidak ada sebuah sabotase,
diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus hukum baik PIDANA
maupun PERDATA. Seperti istilah di atas, ‘Runcing Kebawah Tumpul Keatas’ itulah
istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakkan hukum di Indonesia.
Apakah kita semua merasakannya? Apakah kita bisa melihat kenyataanya? Saya
yakin pasti seluruh masyarakat Indonesia juga melihat kenyataanya.
Kondisi
Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik dari pada pujian.
Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum,
kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan
dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan.
Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia.
Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat
dibeli, pihak yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang
banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada
pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak
hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh
dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas belaka
tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan.
Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat,
telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum
yang morat-marit.
Upaya praktik
penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum di peradilan,
peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas
yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Orang biasa yang
ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti anak dibawah umur saudara
Hamdani yang ‘mencuri’ sandal jepit bolong milik perusahaan di mana ia bekerja
di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di Purbalingga, serta
Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji semangka langsung ditangkap
dan dihukum seberat beratnya. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan
korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat bebas berkeliaran dengan
bebasnya.
Berbeda halnya dengan kasus-kasus
yang hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan,
jabatan dan nama. Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan
terkesan menunda-nuda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari
tokoh-tokoh Negara tersebut. Tidak ada keputusan yang begitu nyata. Contohnya
saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan III menjadi miliyader
dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi hanya dikenai 6
tahun penjara, kasus Bank Century dan yang masih hangat saat ini Ketua Mahkamah
Konstitusi (MK), Akhil Mochtar ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan. Dalam
operasi itu, KPK telah menyita uang dollar Singapura senilai Rp 3 miliar yang
menunjukkan penegakan hukum di bangsa Indonesia dalam kondisi awas, hampir
semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum mencapai keputusan yang
jelas. Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan Negara dan masyarakat
kita. Kapankan ini semua akan berakhir ?
Kondisi yang demikian buruk seperti
itu akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi
Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang memperjual belikan hukum sama
artinya dengan mencederai keadilan. Merusak keadilan atau bertindak tidak adil
tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat. Pada kondisi
tertentu, ketika keadilan terus menerus dihindari bukan tidak tidak mungkin
pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya. Ketidakadilan akan memicu
berbagai tindakan alami berupa perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke
dalam berbagai aksi-aksi anarkhis atau kekerasan yang kontra produktif terhadap
pembangunan bangsa.
Dengan kata lain, situasi
ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah
satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara harus sudah memiliki
kertas biru atau blue print untuk dapat mewujudkan seperti apa yang dicita-cita
kan pendiri bangsa ini . Namun mental dan moral koruptor yang merusak serta
sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistem hukum dan tujuan hukum dari
pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik. Menurut penulis,
sebagai gambaran bahwa penegakkan hukum merupakan karakter atau jati diri
bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari Pancasila dan
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Dengan situasi dan kondisi seperti sekarang
ini norma dan kaidah yang telah bergerasar kepada rasa egoisme dan individual
tanpa memikirkan orang lain dan inilah nilai ketidakadilan akan meningkatkan
aksi anarkhisme, kekerasan yang jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter
bangsa yang penuh memiliki asas musyawarah untuk mufakat seperti yang terkadung
dan tersirat dalam isi Pancasila .
Maka
dari itu, Pancasila harus diterapkan sepenuhnya oleh kita semua. Baik itu
pejabat, rakyat, maupun tokoh-tokoh yang lain. Jika itu benar-benar
dilaksanakan, maka tak menutup kemugkinan negara Indonesia akan bebas yang
namanya dari koruptor, menjadi negara yang berinovasi, dan dapat dijadikan
teladan bagi negara yang lain.
2.
PENDIDIKAN
Pendididkan merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha
memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak
hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta
mengembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusian. Pendidikan
amat penting dalam memberikan ilmu pengetahuan beserta praktiknya dalam
memajukan intektual anak bangsa.
Pendidikan menjadi wadah pembentuk karakter bangsa yang
juga cerminan peradaban suatu bangsa. Pendidikan yang memadai akan menghasilkan
manusia-manusia yang unggul yang dapat bersaing di kancah nasional maupun
internasional. Meningkatkan mutu pendidikan akan melahirkan sumber daya manusia
yang berkualitas. Peningkatan mutu pendidikan perlu digalakkan agar kita tidak tertinggal
dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih maju. Indonesia sebagai satu
negara berkembang di dunia masih memiliki masalah besar dalam bidang
pendidikan. Pendidikan di negara ini belum mampu mencetak manusia yang
mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di
berbagai bidang.
Sumber daya manusia (SDM) yang tersedia di Indonesia
belum mampu memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah ruah. Sistem
pendidikan yang menjadikan siswa sebagai objek menghasilkan manusia yang hanya
siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan tidak mampu bersikap kritis terhadap
perkembangan zaman.
Disisi lain permasalahan yang dhadapi oleh anak bangsa
berkaitan dengan pendidikan adalah masih
banyaknya anak yang putus sekolah bahkan
ada yang tidak mengenal sama sekali bangku sekolah. Hal ini dikarenakan
pemerintah lebih sibuk mengurus kepentingan politik sehinga pendidikan putra/putri
bangsa terabaikan. Tidak meratanya pendidikan mengakibatkan terbatasnya kemampuan
putra/I bangsa dan lemah dalam ilmu pengetahuan baik agama, maupun teknologi.
Meskipun pemerintah telah mencangkan program wajib sekolah Sembilan tahun namun
praktiknya masih nihil, yang paling menyedihkan adalah ketika ia harus berhenti
dari sekolahnya desebabkan tidak mempunyai biaya pendidikan. Dimana peran
pemerintah untuk kemajuan anak bangsa? Dan janji-janji yang selama ini
diutarakan untuk kesejahteraan pendidikan.
Disekeliling kita, masih banyak kita jumpai ank-anak yang yang seharusnya berbahagia dan
tertawa dengan teman sebayanya menikmati pendidikan, akan tetapi mereka harus
rela melepas sergam sekolahnya untuk meringankan ekonomi atau beban orang
tuanya bahkan ada yang menjadi tulang punggung keluarganya.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mempunyai
harapan besar terhadap pemerintah untuk bisa kembali ke khitah demokrasi yang
sesungguhnya, demokrasi yang sesuai pancasila dan demokrasi yang sesuai dengan
ajaran nabi. Sebab perlu kita ketahui, demokrasi sesungguhnya jauh lebih awal
telah diajarkan oleh Nabi dan sahabat dalam membangun sebuah Negara. Negara
akan maju dan rakyat akan sejahtera manakala system dan praktik sejalan dengan
pengaplikasian dalam pembangunan peradaban yang lebih makmur dan demokratis.
Pemerintah adalah sebuah kendaraan sekaligus pengemudi untuk menghantarkan
tujuan sedangkan rakyat dan hukum adalah bahan bakar serta alat control (rem)
untuk mengukur dan mengatur kekuatan dari sebuah kendaraan yang membawa visi
dan misi yang besar dan mulia itu. Semoga bangsaku yang tercinta kedepan
menjadi bangsa dan Negara yang menuai prestasi, bukan ladang korupsi.
Menjunjung tinggi hak asasi manusia
bukan membela yang berkuasa, tidak ada lagi manipulasi uang dan hukum serta
meratanya pendidikan disemua golongan. Dengan demikian bangsa akan maju dan
sejahtera serta mampu mencerminkan Negara yang demikratis berdasarkan
pancasila.
Demikian pandangan penulis terhadap fenomena demokrasi
ala Indonesia yang dituangkan dalam artikel ini, pada dasarnya tulisan ini
adalah sebuah curahan hati yang selama ini dirasakan, akan tetapi kurangnya
keberanian untuk mengkritiki secara langsung maka dengan tugas ini saya rasa
cukup mewakili. Penulis sadar masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam
menulis teks ini, baik dari segi kata maupun tulisan. Oleh karenanya Penulis
meminta saran dan kritiknya yang bersifat membangun untuk kedepan lebih
baiknya. Ucapan terima kasih kepada seluruh kawan yang selalu mensuport dan
khususnya kepada dosen pengampu yang selalu membimbing kami tanpa mengenal lelah
dan letih, semoga kita selalu mendapatkan
keberkahan dari Tuhan. Aaamiiin…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar