Rabu, 16 Desember 2015

ARTIKEL TENTANG DEMOKRASI


DEMOKRASI ALA INDONESIA

Seperti yang dapat kita lihat kondisi Indonesia saat ini. Indonesia menganut demokrasi Pancasila sesuai dengan ideologi yang dimiliki. Dimana pemerintahan itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Namun, pernyataan itu tidak sesuai dengan apa yang telah terjadi di bumi pertiwi.
Sebaliknya, kenyataan yang terjadi berbanding terbalik dengan apa yang dinyatakan bahwa pemerintahan itu dari, oleh maupun untuk rakyat. Memang kekuasaan berasal dari rakyat dan oleh rakyat. Namun pengaplikasian kekuasaan tersebut tidak kembali ke rakyat. Tetapi, jatuh ke tangan para pemerintah yang tidak menjalankan amanah sesuai dengan apa yang dijanjikannya. Maksudnya, hampir kebanyakan pemerintah menjanjikan kemakmuran kepada rakyatnya. Tapi, ia tidak betul-betul mewujudkan harapan maupun keinginan para rakyatnya. Malah ia mengambil banyak keuntungan dari pengorbanan dan kepercayaan yang diberikan oleh rakyat kepadanya.
Keadaan yang kacau balau seperti itulah menyebabkan bumi pertiwi yang kita cintai dicap sebagai negara yang berdiamnya para koruptor, negara yang ketertinggalan dalam hal IPTEK dan juga dalam segala hal. Sampai-sampai, sumber daya alam (SDA) yang kita agung-agungkan keindahannya sekarang dimanfaatkan sebanyak-banyaknya oleh negara maju, menjadikan negara Indonesia sendiri sebagai negara yang rakyatnya hanya dapat menggunakan SDA  yang dimiliki, namun tak mampu bereproduksi, menghasilkan inovasi, untuk memajukan negara.
Oleh karena itu, penulis dalam hal ini untuk mengukur dan melihat kondisi demokrasi di Indonesia terhadap dua aspek, yaitu:
1.     HUKUM
Indonesia adalah negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas negara dan masyarakat. Komitmen Indonesia sebagai negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen.
Dimanapun juga, sebuah Negara menginginkan Negaranya memiliki penegak- penegak hukum dan hukum yang adil dan tegas dan bukan tebang pilih. Tidak ada sebuah sabotase, diskriminasi dan pengistimewaan dalam menangani setiap kasus hukum baik PIDANA maupun PERDATA. Seperti istilah di atas, ‘Runcing Kebawah Tumpul Keatas’ itulah istilah yang tepat untuk menggambarkan kondisi penegakkan hukum di Indonesia. Apakah kita semua merasakannya? Apakah kita bisa melihat kenyataanya? Saya yakin pasti seluruh masyarakat Indonesia juga melihat kenyataanya.
Kondisi Hukum di Indonesia saat ini lebih sering menuai kritik dari pada pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum, kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidakjelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai peraturan. Kritik begitu sering dilontarkan berkaitan dengan penegakan hukum di Indonesia. Kebanyakan masyarakat kita akan bicara bahwa hukum di Indonesia itu dapat dibeli, pihak yang mempunyai jabatan, nama dan kekuasaan, yang punya uang banyak pasti aman dari gangguan hukum walau aturan negara dilanggar. Ada pengakuan di masyarakat bahwa karena hukum dapat dibeli maka aparat penegak hukum tidak dapat diharapkan untuk melakukan penegakkan hukum secara menyeluruh dan adil. Sejauh ini, hukum tidak saja dijalankan sebagai rutinitas belaka tetapi juga dipermainkan seperti barang dagangan.
Hukum yang seharusnya menjadi alat pembaharuan masyarakat, telah berubah menjadi semacam mesin pembunuh karena didorong oleh perangkat hukum yang morat-marit.
      Upaya praktik penyelewengan dalam proses penegakan hukum seperti, mafia hukum di peradilan, peradilan yang diskriminatif atau rekayasa proses peradilan merupakan realitas yang gampang ditemui dalam penegakan hukum di negeri ini. Orang biasa yang ketahuan melakukan tindak pencurian kecil, seperti anak dibawah umur saudara Hamdani yang ‘mencuri’ sandal jepit bolong milik perusahaan di mana ia bekerja di Tangerang, Nenek Minah yang mengambil tiga butir kakao di Purbalingga, serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua biji semangka langsung ditangkap dan dihukum seberat beratnya. Sedangkan seorang pejabat negara yang melakukan korupsi uang milyaran rupiah milik negara dapat bebas berkeliaran dengan bebasnya.
Berbeda halnya dengan kasus-kasus yang hukum dengan tersangka dan terdakwa orang-orang yang memiliki kekusaan, jabatan dan nama. Proses hukum yang dijalankan begitu berbelit-belit dan terkesan menunda-nuda. Seakan-akan masyarakat selalu disuguhkan sandiwara dari tokoh-tokoh Negara tersebut. Tidak ada keputusan yang begitu nyata. Contohnya saja kasus Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak Golongan III menjadi miliyader dadakan yang diperkirakan korupsi sebesar 28 miliar, tetapi hanya dikenai 6 tahun penjara, kasus Bank Century dan yang masih hangat saat ini Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akhil Mochtar ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan. Dalam operasi itu, KPK telah menyita uang dollar Singapura senilai Rp 3 miliar yang menunjukkan penegakan hukum di bangsa Indonesia dalam kondisi awas, hampir semua kasus diatas prosesnya sampai saat ini belum mencapai keputusan yang jelas. Padahal semua kasus tersebut begitu merugikan Negara dan masyarakat kita. Kapankan ini semua akan berakhir ?
Kondisi yang demikian buruk seperti itu akan sangat berpengaruh besar terhadap kesehatan dan kekuatan demokrasi Indonesia. Mental rusak para penegak hukum yang memperjual belikan hukum sama artinya dengan mencederai keadilan. Merusak keadilan atau bertindak tidak adil tentu saja merupakan tindakan gegabah melawan kehendak rakyat. Pada kondisi tertentu, ketika keadilan terus menerus dihindari bukan tidak tidak mungkin pertahanan dan keamanan bangsa menjadi taruhannya. Ketidakadilan akan memicu berbagai tindakan alami berupa perlawanan-perlawanan yang dapat terwujud ke dalam berbagai aksi-aksi anarkhis atau kekerasan yang kontra produktif terhadap pembangunan bangsa.
Dengan kata lain, situasi ketidakadilan atau kegagalan mewujudkan keadilan melalui hukum menjadi salah satu titik problem yang harus segera ditangani dan negara harus sudah memiliki kertas biru atau blue print untuk dapat mewujudkan seperti apa yang dicita-cita kan pendiri bangsa ini . Namun mental dan moral koruptor yang merusak serta sikap mengabaikan atau tidak hormat terhadap sistem hukum dan tujuan hukum dari pada bangsa Indonesia yang memiliki tatanan hukum yang baik. Menurut penulis, sebagai gambaran bahwa penegakkan hukum merupakan karakter atau jati diri bangsa Indonesia sesuai apa yang terkandung dalam isi dari Pancasila dan Pembukaan Undang Undang Dasar 1945. Dengan situasi dan kondisi seperti sekarang ini norma dan kaidah yang telah bergerasar kepada rasa egoisme dan individual tanpa memikirkan orang lain dan inilah nilai ketidakadilan akan meningkatkan aksi anarkhisme, kekerasan yang jelas-jelas tidak sejalan dengan karakter bangsa yang penuh memiliki asas musyawarah untuk mufakat seperti yang terkadung dan tersirat dalam isi Pancasila .
Maka dari itu, Pancasila harus  diterapkan sepenuhnya oleh kita semua. Baik itu pejabat, rakyat, maupun tokoh-tokoh yang lain. Jika itu benar-benar dilaksanakan, maka tak menutup kemugkinan negara Indonesia akan bebas yang namanya dari koruptor, menjadi negara yang berinovasi, dan dapat dijadikan teladan bagi negara yang lain.
2.     PENDIDIKAN
Pendididkan merupakan proses pembudayaan yakni suatu usaha memberikan nilai-nilai luhur kepada generasi baru dalam masyarakat yang tidak hanya bersifat pemeliharaan tetapi juga dengan maksud memajukan serta mengembangkan kebudayaan menuju ke arah keluhuran hidup kemanusian. Pendidikan amat penting dalam memberikan ilmu pengetahuan beserta praktiknya dalam memajukan intektual anak bangsa.
Pendidikan menjadi wadah pembentuk karakter bangsa yang juga cerminan peradaban suatu bangsa. Pendidikan yang memadai akan menghasilkan manusia-manusia yang unggul yang dapat bersaing di kancah nasional maupun internasional. Meningkatkan mutu pendidikan akan melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Peningkatan mutu pendidikan perlu digalakkan agar kita tidak tertinggal dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih maju. Indonesia sebagai satu negara berkembang di dunia masih memiliki masalah besar dalam bidang pendidikan. Pendidikan di negara ini belum mampu mencetak manusia yang mempunyai keahlian dan keterampilan untuk memenuhi pembangunan bangsa di berbagai bidang.
Sumber daya manusia (SDM) yang tersedia di Indonesia belum mampu memanfaatkan sumber daya alam yang berlimpah ruah. Sistem pendidikan yang menjadikan siswa sebagai objek menghasilkan manusia yang hanya siap untuk memenuhi kebutuhan zaman dan tidak mampu bersikap kritis terhadap perkembangan zaman.
Disisi lain permasalahan yang dhadapi oleh anak bangsa berkaitan dengan pendidikan  adalah masih banyaknya anak  yang putus sekolah bahkan ada yang tidak mengenal sama sekali bangku sekolah. Hal ini dikarenakan pemerintah lebih sibuk mengurus kepentingan politik sehinga pendidikan putra/putri bangsa terabaikan. Tidak meratanya pendidikan mengakibatkan terbatasnya kemampuan putra/I bangsa dan lemah dalam ilmu pengetahuan baik agama, maupun teknologi. Meskipun pemerintah telah mencangkan program wajib sekolah Sembilan tahun namun praktiknya masih nihil, yang paling menyedihkan adalah ketika ia harus berhenti dari sekolahnya desebabkan tidak mempunyai biaya pendidikan. Dimana peran pemerintah untuk kemajuan anak bangsa? Dan janji-janji yang selama ini diutarakan untuk kesejahteraan pendidikan.
Disekeliling kita, masih banyak kita jumpai  ank-anak yang yang seharusnya berbahagia dan tertawa dengan teman sebayanya menikmati pendidikan, akan tetapi mereka harus rela melepas sergam sekolahnya untuk meringankan ekonomi atau beban orang tuanya bahkan ada yang menjadi tulang punggung keluarganya.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis mempunyai harapan besar terhadap pemerintah untuk bisa kembali ke khitah demokrasi yang sesungguhnya, demokrasi yang sesuai pancasila dan demokrasi yang sesuai dengan ajaran nabi. Sebab perlu kita ketahui, demokrasi sesungguhnya jauh lebih awal telah diajarkan oleh Nabi dan sahabat dalam membangun sebuah Negara. Negara akan maju dan rakyat akan sejahtera manakala system dan praktik sejalan dengan pengaplikasian dalam pembangunan peradaban yang lebih makmur dan demokratis. Pemerintah adalah sebuah kendaraan sekaligus pengemudi untuk menghantarkan tujuan sedangkan rakyat dan hukum adalah bahan bakar serta alat control (rem) untuk mengukur dan mengatur kekuatan dari sebuah kendaraan yang membawa visi dan misi yang besar dan mulia itu. Semoga bangsaku yang tercinta kedepan menjadi bangsa dan Negara yang menuai prestasi, bukan ladang korupsi. Menjunjung tinggi  hak asasi manusia bukan membela yang berkuasa, tidak ada lagi manipulasi uang dan hukum serta meratanya pendidikan disemua golongan. Dengan demikian bangsa akan maju dan sejahtera serta mampu mencerminkan Negara yang demikratis berdasarkan pancasila.

Demikian pandangan penulis terhadap fenomena demokrasi ala Indonesia yang dituangkan dalam artikel ini, pada dasarnya tulisan ini adalah sebuah curahan hati yang selama ini dirasakan, akan tetapi kurangnya keberanian untuk mengkritiki secara langsung maka dengan tugas ini saya rasa cukup mewakili. Penulis sadar masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam menulis teks ini, baik dari segi kata maupun tulisan. Oleh karenanya Penulis meminta saran dan kritiknya yang bersifat membangun untuk kedepan lebih baiknya. Ucapan terima kasih kepada seluruh kawan yang selalu mensuport dan khususnya kepada dosen pengampu yang selalu membimbing kami tanpa mengenal lelah dan letih, semoga kita selalu mendapatkan  keberkahan dari Tuhan. Aaamiiin… 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar