Rabu, 16 Desember 2015

PEMIKIRAN PEMBAHARUAN MUHAMAD IQBAL

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Dalam peradabannya, umat Islam selalu mengalami perubahan dan perbaikan. Perubahan dan perbaikan tersebut, dimaksudkan untuk memberikan solusi bagi setiap umat dari masing-masing zaman. Terkadang, pemikiran umat Islam dalam peradabannya menjadikan umat Islam kuat dan bersatu, namun tidak jarang pula justru menjadikan umat Islam berpecah belah dan terkotak-kotak.
Dari dulu hingga sekarang, pemikiran manusia menjadi persoalan yang memerlukan kehati-hatian dalam menggunakannya, hal itu dikarenakan dampak dari fungsi akal itu tidak selamanya positif. Malah justru terkesan banyak negatifnya, mengingat bahwa manusia hanyalah seorang makhluk Tuhan. Hal itu, bukan hanya terjadi diluar orang Islam, tetapi juga terjadi dalam tubuh Islam itu sendiri.

Dari banyaknya pemikir-pemikir umat yang peduli akan perkembangan dan perubahan dunia, mereka memberikan gagasan-gagasannya bagi umat selanjutnya. Salah satunya adalah Muhammad Iqbal yang dalam pemikirannya menjadi pembahasan para ulama dan umat Islam lainnya dari masanya hingga sekarang, untuk diambil pelajaran yang positif dari apa yang diuraikan dan diterangkan oleh Iqbal. Dalam uraian karya ilmiah ini akan diuraikan tentang bagaimana pemikiran Iqbal bagi dunia Islam.




B.       Rumusan Masalah
1.      Bagaimana riwayat hidup (biografi)  Muhammad Iqbal ?
2.      Bagaimana gerakan pemikiran dan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal ?
3.      Apa saja karya-karya Muhammad Iqbal ?

C.      Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui dan memahami riwayat hidup (biografi) Muhammad Iqbal.
2.      Untuk mengetahui dan memahami gerakan pemikiran dan pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Iqbal.
3.      Untuk mengetahui dan memahami karya-karya Muhammad Iqbal.
                                                                          

















BAB II
PEMBAHASAN
GERAKAN PEMIKIRAN PEMBAHARUAN MUHAMMAD IQBAL

A.    Biografi Muhammad Iqbal
Ada 2 pendapat mengenai kapan lahir dan meninggalnya Muhammad Iqbal. Pendapat pertama mengatakan bahwa Muhammad Iqbal (Urdu: محمداقبال) lahir pada tanggal 22 Dzulhijjah 1289 H/22 Februari 1873 M di Sialkot, Punjab. Dan meninggal pada tanggal 18 Maret 1938.[1]
Sedangkan pendapat kedua mengatakan, bahwa beliau lahir pada tanggal 9 November 1877 dan meninggal pada tanggal 21 April 1938  di Lahore pada usia 60 tahun. Ia dikenal juga sebagai Allama Iqbal (Urdu: علامہاقبال), seorang penyair, filsuf, dan politisi yang menguasai bahasa Urdu, Arab, dan Persia. Dia adalah Inspirator kemerdekaan bangsa India menjadi Pakistan.[2]
Muhammad Iqbal berasal dari keluarga Brahma Kashmir (keluarga golongan menengah). Ayah muhammad Iqbal, Nur Muhammad adalah penganut islam yang taat dan cenderung  pada ilmu tasawuf.  
Dengan lingkungan dan asuhan dalam rumah, Muhammad Iqbal sedikit banyak telah menanamkan roh Islam dalam jiwanya. Ia masuk sekolah dasar dan menengah di Sialkot. Pada masa yang sama, ia mendapatkan pendidikan agama secara langsung dari seorang guru yang bernama Mir Hassan, dan dari gurunya inilah ia memahami Islam secara mendalam, mengajarinya sikap kritis dan mengasah bakatnya dalam dunia kesusastraan.
Maka tidak berlebihan jika dikatakan pengaruh didikan Mir Hassan ini direkam mendalam dan sangat mempengaruhi jiwa Muhammad Iqbal yang ia ukir lewat untaian bait-bait syair sebagaimana tergambar dalam rangkaian sajak berikut ini :
Cahayanya dari keluarga Ali yang penuh berkah
Pintu gerbang dibersihkan senantiasa, bagiku bagaikan Ka’bah
Nafasnya menumbuhkan tunas keinginanku penuh ghairah
Hingga menjadi kuntum bunga yang merekah indah
Daya kritis tumbuh dalam diriku oleh cahayanya yang ramah.
(Lihat Dr. H. H. Bilgrami; 1979:16).
Kemudian, untuk meneruskan studinya, pada tahun 1895 ia dikirim ke Lahore, yang menjadi pusat kebudayaan, pengetahuan dan seni. Ia  kemudian bergabung dengan perhimpunan sastrawan dan belajar disana sampai mendapat gelar M.A. Dikota itulah, ia berkenalan dengan Thomas Arnold,[3] seorang orientalis yang mendorong Iqbal untuk melanjutkan studinya ke Inggris. Iqbalpun pergi kesana pada tahun 1905 dan masuk Universitas Cambridge untuk mempelajari Filsafat. Dua tahun kemudian, ia pindah ke Munich, Jerman. Dan disinilah ia memperoleh gelar Ph.D. dalam bidang tasawuf dengan disertasi “The Development of Metaphysics in Persia” dengan nilai yang sangat memuaskan.
Pada tahun 1908, Iqbal kembali ke Lahore untuk menjadi pengacara merangkap dosen filsafat dan sastra Inggris di Government College. Selanjutnya pada tahun 1930 Iqbal terpilih menjadi presiden Liga Muslim India.
Berbeda dengan pemikir pembaharuan yang lain, Muhammad Iqbal merupakan seorang penyair-filsuf atau filsuf-penyair sekaligus reformer Islam India. Sebagai seorang reformis, dengan kecerdasannya ia mengungkapkan bahwa kemunduran umat Islam selama 500 tahun terakhir disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, dan yang paling utama adalah karena hancurnya Baghdad yang telah menjadi pusat politik, kebudayaan, kemajuan, dan pemikiran umat Islam pada pertengahan abad ke-13. Akibatnya, pemikiran ulama pada saat itu hanya bertumpu pada ketertiban sosial. Mereka menolak pembaruan di bidang hukum dan pintu ijtihad mereka tertutup. Kedua, timbulnya paham Patalisme yang menyebabkan umat Islam pasrah pada nasib dan enggan bekerja keras. Ketiga, pengaruh zuhud (zuhd) yang terdapat dalam tasawuf yang dipahami secara berlebihan dan salah menyebabkan umat Islam tidak mementingkan persoalan kemasyarakatan. Mereka berpikiran bahwa perhatian manusia harus dipusatkan pada Tuhan dan apa-apa yang berada dibalik alam materi. Keempat, sikap jumud (statis) dalam pemikiran umat Islam.[4] Kelima, hilangnya semangat induktif dalam masyarakat Islam.[5]
B.       Gerakan Pemikiran Pembaharuan Muhammad Iqbal
      1.  Filsafat Ego
Salah satu bukti pemikiran Iqbal adalah filsafat ego. Konsep dasar dari filsafat Iqbal yang menjadi penopang keseluruhan pemikirannya adalah hakikat ego. Filsafat Iqbal pada intinya adalah filsafat manusia yang berbicara tentang diri (ego). Karena bagi Iqbal manusia itu adalah suatu kesatuan energi, daya, atau kombinasi dari daya-daya yang membentuk beragam susunan yang salah satu susunan pasti dari daya-daya tersebut adalah ego.
Ego, kadang kala Iqbal menyebutnya dengan khudi, [6] adalah suatu kesatuan yang riil atau nyata, yang merupakan pusat dan landasan dari semua kehidupan, dan merupakan suatu iradah kreatif yang terarah secara rasional. Karyanya ditulis dalam bahasa Persia dengan bentuk matsnawi berjudul Asrar-I Khudi, kemudian dikembangkan dalam berbagai puisi dan dalam kumpulan ceramah yang kemudian dibukukan dengan judul  “The Reconstruction of Religious Thought in Islam”. Bahasa Persia lah yang dipakai dalam suatu karyanya karena Iqbal juga pernah belajar bahasa Persia pada seorang guru yang ahli dalam bahasa Persia dan Arab yang juga kebetulan teman ayahnya. Iqbal juga menerangakan bahwa khudi merupakan pusat dan landasan dari kehidupan. Hal ini tercantum pada beberapa matsnawinya dalam Asrar-I Khudi. Salah satu contoh matsnawinya sebagai berikut:
Bentuk kejadian ialah akibat dari khudi
Apa saja yang kau lihat ialah rahasia khudi
Dijelmakanlah alam cita dan pikiran murni
Ratusan alam terlingkup dalam intisarinya
Selain itu, Iqbal juga menjelaskan khudi dalam bukunya “The Reconstruction of Religious Thought in Islam” bahwa Realitas Tertinggi (Ultimate Reality) sebagai suatu ego, dan bahwa hanya Ego Tertinggi (Ultimate-Ego) itulah ego-ego bermula.
Sedikit keluar dari pembahasan yang kami rasa perlu diketahui bahwa matsanawi dalam persepsi Jalal al-Din Rumi adalah akar dari akarnya agama (Islam) dalam hal penyingkapannya terhadap misteri-misteri dalam memperoleh (kebenaran) dan keyakinan. Matsnawi adalah ilmu tentang Tuhan yang terbesar, jalan yang paling jelas menuju Tuhan dan bukti paling terang tentang Tuhan. Dan inipun dalam bahasa Persia. Matsnawi merupakan syair panjang sekitar 25.000 untaian bait bersajak, yang terbagi ke dalam enam kitab. Hal tersebut adalah persepsi Rumi, yang kami pikir ini apa ada kaitannya dengan Rumi? Seorang tokoh sufistik, yang lahir di Persia, yang juga mengembangkan Tarekat Mawlawiyah. Asumsi pemakalah mengaitkan hal tersebut karena ada kesamaan antara Rumi dan juga Iqbal sama-sama membuat karya dalam bentuk matsnawi dalam bahasa Persia serta sama-sama tertarik pada dunia sufistik, dan juga nama seorang gurunya yang bernama Maulawi Mir Hasan. Maulawi tersebut apa mungkin ada kaitannya dengan tarekat yang dikembangkan oleh Rumi? Atau itu hanya sekedar nama lengkapnya saja? Apakah kaitan tersebut benar atau bahkan salah? Mari kita sama-sama mencari dan mencari tahu di balik hal tersebut, dan mungkin kurangnya dari pemakalah bahwa matsnawi yang dimaksudkan oleh Iqbal itu belum mendapatkan referensi lain saat ini.
Kembali pada pembahasan tentang ego. Salah satu filosof di Barat yaitu Descartes yang mengemukakan tentang ego. Aktivitas ego menurut Iqbal pada dasarnya bukan semata-mata berfikir seperti yang dikemukakan oleh Descartes, akan tetapi berupa aktivitas kehendak seperti tindakan, harapan dan keinginan. Tindakan-tindakan tersebut spontan yang terefleksikan dalam tubuh. Dengan kata lain, tubuh adalah tempat penumpukan tindakan-tindakan dan kebiasaan ego. Ego adalah sesuatu yang dinamis, ia mengorganisir dirinya berdasarkan waktu dan terbentuk, serta didisiplinkan pengalaman sendiri. Setiap denyut pikiran baik masa lampau atau sekarang, adalah satu jalinan tak terpisahkan dari suatu ego yang mengetahui dan memeras ingatannya.Watak esensial ego, sebagaimana konsepsi Islam adalah memimpin karena ia bergerak dari amr (perintah) Ilahi. Artinya, realitas eksistensial manusia terletak dalam sikap keterpimpinan egonya dari yang Ilahi melalui pertimbangan-pertimbangan, kehendak-kehendak, tujuan-tujuan dan apresiasinya. Oleh karena itu kian jauh jarak seseorang dari Tuhan maka kian berkuranglah kekuatan egonya. Bagi Iqbal, agama lebih dari sekedar etika yang berfungsi membuat orang terkendali secara moral. Fungsi sesungguhnya adalah mendorong proses evolusi ego manusia dimana etika dan pengendalian diri menurut Iqbal hanyalah tahap awal dari keseluruhan perkembangan ego manusia yang selalu mendambakan kesempurnaan.
Iqbal juga menekankan bahwa kekekalan ego bukanlah suatu keadaan melainkan proses. Maksud hal tersebut adalah untuk menyeimbangkan dua kecenderungan yang berbeda dari bangsa Timur dan Barat. Mengingat sejarah Iqbal yang berusaha untuk menkombinasikan apa yang dipelajarinya di Timur dan di Barat, serta warisan intelektual Islam untuk menghasilkan reinterpretasi pemahaman Islam, yang kebetulan ayahnya sendiri dikenal sebagai seorang ulama di Sialkot. Bangsa Timur menyebut ego sebagai bayangan atau ilusi, sementara itu Iqbal mengatakan bahwa Barat berada dalam proses pencarian sesuai dengan karakteristik masing-masing. Dalam konteks inilah Iqbal terlebih dahulu menyerang tiga pemikiran tentang ego, yaitu panteisme, empirisme, dan rasionalisme.
Panteisme memandang ego manusia sebagai noneksistensi, sementara eksistensi sebenarnya adalah ego absolute atau Tuhan. Namun apa kata Iqbal? Ia menolak pandangan panteisme tersebut dan berpendapat bahwa ego manusia adalah nyata. Aliran lain yang menolak adanya ego adalah empirisme, terutama yang dikemukakan oleh David Hume yang memandang konsep ego itu yang poros pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti adalah sekadar penamaan (nominalisme) ketika yang nyata adalah pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti dan bisa dipisahkan secara atomis. Iqbal tidak begitu setuju dengan pendapat tersebut bahkan menolaknya dengan mengatakan bahwa orang tidak bisa menyangkal terdapatnya pusat yang menyatukan pengalaman-pengalaman yang datang silih berganti tersebut. Iqbal juga menolak rasionalisme Cartesian yang masih melihat ego sebagai konsep yang diperoleh melalui penalaran dubium methodicum. Bahkan Iqbal juga menolak pendapat Kant yang mengatakan bahwa ego yang terpusat, bebas dan kekal hanya dapat dijadikan bagi postulat bagi kepentingan moral. Akan tetapi bagi Iqbal keberadaan ego yang unified, bebas, dan kekal bisa diketahui secara pasti dan tidak sekedar pengandaian logis. Adapun adanya ego atau diri yang terpusat, bebas, imortal bisa diketahui secara langsung lewat intuisi.
2.   Konsep Penciptaan
Dalam penjelasan  mengenai teori penciptaan Iqbal, dalam bagian ini penulis mencoba mengutip langsung dari karya Iqbal yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dengan judul Asrar-I Khudi : Rahasia-Rahasia Pribadi. Akan tetapi, untuk menghindari dan tidak bermaksud untuk menghilangkan pandangan-pandangan serta catatan-catatan penerjemahnya yang cenderung bersifat subjektif, penulis berusaha memaparkan langsung terjemahan dari karya Iqbal agar kita mendapatkan pemahaman lansung yang lebih dari pemikiran Iqbal. Perlu diperhatikan, sebagian besar dari karya Iqbal berbentuk tulisan dalam syair-syair atau puisi-puisi yang mempunyai nilai estetika yang cukup tinggi, dan penulis kira, kita perlu memiliki pemahaman sastra yang baik untuk dapat memahami isi dari pemikiran Iqbal tersebut.
Adapun syair Iqbal yang akan dijelaskan mengenai teori penciptaan alam semesta, akan penulis paparkan di bawah ini.
Alam Semesta berasal dari Pribadi (Khudi)
Bentuk kejadian ialah akibat dari khudi
Apa saja yang kau lihat ialah rahasia khudi
Bila khudi bangkit pada kesadaran nyata
Dijelmakan alam cita dan pikiran murni
Ratusan alam terlikung dalam intisarinya
Menjelmakan dirimu melahirkan yang nafi khudimu
Oleh khudi tersemailah di luasan dunia bibit kemauan nyata
Mulanya disangkanya dirinya lain dari dirinya
Dijelmakannya dari dirinya bentuk-bentuk yang lain
Agar memperkembang biak nikmat pertarungan

Dijatuhkannya tenaga lengannya
Agar disadarinya tenaganya sendiri
Tipuan pada dirinya sendiri ialah intisari kehidupan
Penaka kembang mawar khudi hidup oleh mandi dalam darahnya sendiri
Untuk suatu kembang mawar dibinasakannya ratusan taman mawar
Dan dinyatakannya ratusan keluh sangsai akan mencari sebuah lagu
Untuk satu langit dijelmakannya ratusan cendera
Dan bagi satu lafaz ratusan persilatan kata
Maaf bagi kelimpahan himmah dan kebengisan ini ialah membentuk dan menyempurnakan rohani
Kejuitaan Shirin membenarkan gelisah Farhad
Harum wangi kembang jeruk mengimbau harum muskus
Nasib sang agas melontar diri dalam nyala pelita
Derita sang agas dibenarkan oleh cinta
Pensil khudi melukis ratusan kekinian
Agar diwujudkannya fajar hari esok yang akan datang
Nyala apinya membakar ratusan Ibrahim
Agar kemilau lampu seorang Muhammad
Subjek, objek, cara, sebab dan musabab
Semuanya ada untuk maksud amal
Khudi bangkit menyalakan, jatuh, gemilang dan bernafas
Membakar, menyinari, berjalan dan lari memental
Luasan waktu gelanggangnya
Langit alunan abu di pertemuan jalannya
Dari tetumbuhan mawar, dunia melimpah dalam mawar
Malam menjelma oleh tidur, hari lahir oleh bangkit bangun
Dibaginya nyala dan bara
Dan diajarkannya yang budiman memuja sulit keadaan
Dipecahkannya dirinya dan diciptakannya zarrah demi zarrah
Berpencar dia sementara dan di wujudkannya tumpukan pasir
Lalu menyatu padu dia kembali akan menjadi gunung-gunung
Inilah fitrah khudi akan menjelmakan dirinya
Dalam setiap zarrah bermukim kuasa khudi
Qudrat yang belum menjelma dan tersembunyi
Membelenggu sifat demi sifat yang melahirkan amal
Penaka hidup di alam semesta berasal dari qudrat-qudrat khudi
Hayat setimbang dengan kekuatan ini
Bila setitik air menghafal ajaran khudi
Diwujudkannya kejadian kosong ini menjadi mutiara
Anggur semata tak berbentuk sebab khudinya lemah
Diperolehnya bentuk oleh kerunia piala
Meski piala anggu mengambil bentuk
Banyak hutang budinya kepada kita untuk geraknya
Bila gunung hilang padunya, dia menjadi tumpukan pasir
Dan mengeluh, lautan meliputinya
Tapi ombak selama terus menjadi ombak dalam lautan
Tetap menjadi penunggang di punggung lautan
Cahaya selamanya menjadi peminta-minta sejak mata mulai memandang
Dan bergerak kian kemari akan mencari nan indah
Tetapi sebagaimana rumput beroleh cara dalam ketumbuhan dirinya sendiri
Cita-citanya memecah dada sang tamansari
Kandil juga memadukan dirinya sendiri
Dan didirikanya pribadinya dari kumpulan zarrah
Lalu ditunjukannya kebiasaan menghancurkan diri dan lari dari dirinya
Sampai akhirnya mengucur-lurut dia dari matanya sendiri, penaka air mata
Jika alat pengasah lebih pasti dalam fitrahnya
Tidaklah dia akan terus menderita luka
Tapi karena diambilnya nilainya sendiri dari kemauan yang lain
Bahunya akhirnya habis sirna oleh gesekan yang lain
Oleh karena bumi berdasar kuat atas kejadian sendiri
Bulan mengedarinya terus-terusan
Wujud matahari lebih kuat dari wujud bumi
Itulah sebabnya dunia pesona bagi mata sang surya
Kesyahduan padang kemilau menangkap pandang kita
Gunung kian hebat oleh keluhuranya
Bajunya tertenun dari api
Asalnya ialah bibit menjelma sendiri
Bila kehidupan mengumpulkan tenaga dari khudinya
Sungai kehidupan meluas ke dalam samudera raya
Telah dipaparkan diatas terjemahan dari puisi Iqbal yang membahas tentang penciptaan. Disini penulis mengalami sedikit kesulitan dalam memahami terjemahan bahasa yang digunakan, terlebih bahasa yang digunakan bersifat sastra dan sebagian katanya kurang mengandung unsur EYD. Akan tetapi, itu tidak menurunkan semangat penulis untuk mencoba dan berusaha mengambil makna-makna penting dari puisi Iqbal tersebut. Disini penulis akan mencoba menjelaskan dan mesistematisasikan isi puisi dari Iqbal mengenai penciptaan.
Semua bentuk kejadian berasal dari khudi (Pribadi atau di dalam bahasa Farsi dan Urdu diartikan sebagai Tuhan). Semua yang ada pada realitas merupakan rahasia-rahasia khudi. Ketika alam dan pikiran murni diciptakan dalam “kesadaran” khudi, maka alam-alam yang tercipta tersebut akan terhubung pada khudi. Dari khudi akan memujud keluasan dunia yang berkemauan (kreativitas), dan akan memujud bentuk-bentuk yang berkembang dan saling bersentuhan atau bergesekan. Dari bentuk-bentuk (kembang mawar) yang saling bergesekan akan membuat tenaga yang bersifat mandiri (mandi dalam darahnya sendiri). Untuk suatu bentuk (kembang mawar), akan mengambil suatu tempat atau ruang (taman mawar) yang diringi dengan waktu (mencari sebuah lagu). Dari sini akan membentuk “sebuah langit”, dan dari langit tersebut akan membentuk banyak langit yang terus- menerus menyempurna (menyempurnakan keindahan rohani).
Dari kegiatan langit yang terus menyempurna akan “membentuk” materi-materi (Kejuitaan Shirin “membenarkan” Farhad). Dari materi yang memiliki daya ini, akan menarik (mengimbau) materi-materi lain yang memiliki daya (Harum wangi kembang jeruk “menghimbau” harum muskus). Kegiatan dari tarik-menarik (nyala api) antara materi-materi, akan membuat materi (sang agas) tersebut terlempar dan mengalami keterseleksian (Nasib sang agas melontar diri dalam nyala api. Derita sang agas dibenarkan oleh cinta). Dari materi yang telah mengalami keterseleksian inilah, khudi sebagai daya kreatif (pensil khudi) membentuk realitas-realitas kekinian agar dapat memujudkan realitas-realitas yang akan datang (Pensil khudi melukis ratusan kekinian. Agar diwujudkannya fajar hari esok yang akan datang).
Ketika kegiatan tarik-menarik antara materi-materi (nyala api) bersentuhan dengan potensi-potensi terciptanya manusia (Ratusan Ibrahim), maka seiring dengan itulah manusia akan terwujud (Nyala apinya membakar ratusan Ibrahim. Agar kemilau lampu seorang Muhammad). Pada diri manusialah dapat diketahi subjek, objek, cara, sebab , dan musabab atau pengetahuan, yang semua bertujuan untuk amal (Subjek, objek, cara, sebab, dan musabab. Semuanya ada untuk maksud amal). Dalam proses penciptaan alam, khudi berperan sebagai “designer” dalam keteraturan alam.
3.Teori Dinamisme
Menurut pendapat Iqbal, Islam pada hakikatnya mengajarkan dinamisme. Hal itu karena adanya keyakinan dan sistem sosial yang dipusatka pada Al-Qur’an. Al-Qur’an senantiasa menganjurkan pemakaian akal dalam memahami ayat atau tanda yang terdapat dalam alam, seperti matahari, bulan, bintang, malam dan siang. Orang yang tidak memperhatikan tanda-tanda itu akan buta terhadap masa yang akan datang. Selanjutnya Iqbal mengatakan bahwa konsep Islam mengenai alam adalah dinamis dan senantiasa berkembang.
Menurut Al-Qur’an tiap bangsa mempunyai masa tertentu. Kemajuan serta kemunduran dibuat Tuhan silih berganti diantara bangsa-bangsa yang mendiami bumi, ini mengandung arti dinamisme. Lebih jauh lagi, Iqbal menjelaskan bahwa alam semesta tidak dijadikan secara sekaligus, melainkan secara berangsur-angsur menuju kesempurnaan. Disitu terdapat makna gerak dan perubahan. Pahm dinamisme inilah yang membuat Iqbal memiliki peran penting dalam pembaruan pemikiran di India.
Muhammad Iqbal membangunkan umat Islam India yang sedang tidur. Kalangan tertentu yang sudah bangkit sejak Sir Sayid Ahmad Khan mendengar panggilan itu dan ingin menanggapinya. Bahkan sebenarnya sewaktu di Inggris, ia juga menulis surat ke India agar dunia Timur yang tidak berubah itu, bangkit dan merubah diri sendiri. Sepanjang hidupnya ia menghabiskan waktu untuk membangkitkan kegiatan tersebut dengan menekankan bahwa hidup adalah gerak. Ia dengan sengit menyerang sikap menyerah dan menerima. Kehidupan agama yang hanya berisi perenungan, positivitas, dan tidak adanya perjuangan, serta sikap kaum sufi dan orang-orang idealis lainnya yang mempunyai tendensi menolak kehidupan dunia, dianggap sebagai barang impor dari Iran dan Hellenisme yang menyelusup kedalam agama yang dibawa oleh orang Arab yang sebenarnya penuh dengan dinamika.
Lebih dari itu, Iqbal menolak konsepsi tentang alam semesta yang sudah jadi, dikuasai oleh Tuhan yang diktator, dan harus diterima oleh manusia yang hina dina. Ia berpendapat sebaliknya, bahwa alam semesta adalah sesuatu yang terus tumbuh dan berubah, selalu disempurnakan oleh manusia dan Tuhan (melalui perantaraan manusia). Tekanan utama Iqbal adalah menggerakan manusia untuk  beraktivitas. Hidup bukanlah sesuatu yang direnungkan, tetapi harus dilakukan dengan penuh gairah..
Panggilan untuk inisiatif tidak sabar ini merupakan revolusi pokok yang dibawa oleh Iqbal dalam pemikirann Islam. Ini merupakan keharusan apabila Islam ingin tetap hidup, dan karena itu pemikiran modern harus dinamis.
Filsafat Iqbal adalah filsafat yang meletakan kepercayaan kepada manusia yang dilihatnya mempunyai kemungkinan yang tak terbatas, mempunyai kemampuan untuk mengubah dunia dan dirinya sendiri, serta mempunyai kemampuan untuk memperindah dunia. Hal itu di mungkinkan karena manusia merupakan wujud penampakan diri dari Aku Yang Akbar.
 Dalam syair-syairnya sebagaimana dinyatakan oleh Harun Nasution, Iqbal mendorong umat islam supaya bergerak dan jangan tinggal diam, intisari hidup adalah gerak, sedang hukum hidup ialah menciptakan, maka Iqbal berseru kepada umat islam supaya bangun dan menciptakan dunia baru. Untuk keperluan ini umat islam harus menguasai ilmu dan teknologi, dengan catatan agar mereka belajar dan mengadopsi ilmu dari Barat tanpa harus mengulangi kesalahan Barat memuja kekuatan materi yang menyababkan lenyapnya aspek etika dan spiritual.
Sembangan Iqbal yang paling besar adalah panggilannya yang tidak henti-henti untuk berbuat atas nama Islam, ajakannya kepada kegiatan merupakan kebaikan itu sendiri. Penekanannya yang kuat adalah bahwa seorang kafir yang dinamis adalah lebih baik daripada seorang muslim yang pasif.
4.      Al-Qur'an
Mengenai Al-Qur'an, Muhammad iqbal menceritakan bahwa kitab suci ini telah menuntunnya kepada kesadaran yang mendalam dalam jiwanya. Katanya :
"Setiap hari selepas sholat subuh, aku selalu membaca Al-Qur’an. Ayahku memerhatikan keadaan ini lalu bertanya: "Apa yang engkau baca?". Aku menjawab: "Aku sedang membaca Al-Qur'an". Demikianlah halnya selama tiga tahun ayahku bertanya pertanyaan yang sama dan aku memberikan jawaban yang sama. Suatu hari aku bertanya kepadanya: "Apakah yang ada dalam dadamu wahai ayahku, engkau bertanya pertanyaan yang sama setiap hari dan aku terpaksa menjawab dengan jawaban yang sama". Maka jawab ayahku: "sebenarnya aku ingin mengatakan kepadamu wahai anakku, bacalah Al-Qur'an itu seolah-olah ia diturunkan kepadamu". Sejak saat itulah aku mulai mencoba memahami kandungan Al-Qur’an dan dari Al-Qur’anlah aku mendapat cahaya inspirasi untuk sajak-sajakku". [Lihat Abu Al-Hasan Al-Nadawi, Rawa'ie Iqbal (Keindahan Iqbal, 1978)]
Dari sini jelaslah bahwa Al-Qur'an adalah sumber utama inspirasi syair-syairnya yang ditunjang dengan bakatnya yang besar dalam kesusastraan.
5.      Tema Cinta
Iqbal seolah-olah tidak merasa puas dengan sajak yang pendek untuk menyampaikan maksud yang tersemat dalam hati dan pemikirannya. Dengan sajak yang panjang, ia bebas mencurahkan isi pemikiran dan mengalunkan perasaannya termasuk perasaan cinta yang menjadi fitrah manusia.
Dalam menghayati keluasan cinta ini, Iqbal tidak pernah lupa bahwa kemuncak daripada segala yang dicintai ialah Allah Swt dan kekasih-Nya nabi Muhammad Sallallahu Alaihi Wassalam.  Mari kita nikmati suara hati Iqbal ini :
Titik yang bercahaya yang namanya ialah diri
Adalah bunga api hidup di bawah debu kita
Dengan cinta, ia jadi abadi
Lebih pintar, lebih membakar, lebih bersinar
Dari cinta bermula kegemilangan wujudnya,
Dan pembangunan kemungkinannya yang tidak diketahui
Keadaannya mengumpul api dari cinta
Cinta mengarahnya menyinari dunia
Cinta tidak takut pedang atau keris
Cinta bukan dilahirkan dari air dan udara dan tanah
Cinta mengadakan damai dan perang dalam dunia
Cinta ialah pancaran hidup
Cinta ialah pedang mati yang berkilauan
Batu yang paling keras retak oleh pandangan cinta
Cinta Allah akhirnya menjadi seluruhnya Allah
Dalam hati manusia bertempatnya Muhamamd
Tanah Madinah lebih manis dari kedua-dua alam
Oh gembiralah kota di mana tinggalnya yang dicinta
Konsep cinta Iqbal ini sesuai dengan ajaran Islam yang menuntut penganutnya memberikan keutamaan cinta kepada Allah Swt dan Rasulullah Saw sebelum cinta kepada yang lainnya.
6.      Politik
Pada tahun 1927,  Iqbal berkiprah di arena politik secara aktif dan Ia dipilih sebagai perwakilan Dewan Punjab selama tiga tahun. Selanjutnya pada tahun 1930 ia diangkat menjadi presiden Liga Muslim yang berlangsung di Allahabad. Dalam kesempatan ini Iqbal mengutarakan ide pembentukan sebuah negara Islam Pakistan. Ide ini dibentangkan berdasarkan geografi, keagamaan dan kesejahteraan masyarakat Islam yang jumlahnya jauh lebih kecil dibandingkan masyarakat Hindu.
Salah satu pernyataan politisinya adalah :
“ I would like to see the Punjab, Nort-West Frontier Province, Sind and Baluchistan amalgamated into a single state. Self government within the British Empire, or without the British Empire, the formation of a consolidated Nortwest Indian Muslim state appears to me to be the final destiny of the muslims, at least of Northwest India. (Saya ingin sekali melihat Punjab, Provinsi Perbatasan Barat-Daya, Sind dan Baluchistan tergabung dalam sebuah negara. Berpemerintahan  sendiri ini didalam kerajaan British (Inggris) atau diluar kerajaan British, pembentukan negara Muslim Barat Laut India tampaknya menjadi tujuan akhir umat Muslim, paling tidak bagi umat Muslim India Barat Laut.”
Tujuan membentuk negara Islam itu ditegaskan oleh Iqbal dalam rapat Liga Muslim pada tahun 1930 yang mendapat dukungan dari para anggotanya. Sejak saat itu ide dan tujuan pembetukan negara Islam tersebut diumumkan secara resmi dan kemudian menjadi tujuan perjuangan nasional umat Islam India. Disebabkan gagasan ide ini, Iqbal telah diberi julukan sebagai : ‘Bapak Pakistan’.
Daerah-daerah yang diinginkan oleh Iqbal untuk menjadi satu negara Islam India adalah Punjab, daerah perbatasan Utara Sind dan Balukhistan.
Di samping menyuarakan pembentukan negara Islam Pakistan, Iqbal juga menyeru kepada kebangkitan dan mempererat persaudaraan Islam sedunia. Bagaimanapun sebagai seorang yang dilahirkan di Timur, Iqbal tetap mempertahankan dan menyanjung kebudayaan dan keperibadian Timur yang halus, tinggi dan indah. Tentunya termasuk dalam arti kata Timur itu ialah hasil budaya masyarakat benua kecil India.
Terbentuknya negara islam Pakistan sebagaimana yang diasaskan Muhammad Iqbal dapat tercapai pada tahun 1947 setelah beliau meninggal dunia.
C.      Karya-Karya Muhammad Iqbal
Muhammad Iqbal adalah seorang yang kreatif berpuisi. Segala pemikiran dan perjuangannya terpancar dalam puisinya yang bernafaskan Islam dengan pengolahan bahasa dan bait syair yang indah. Oleh kerana itu beliau lebih dikenal sebagai sastrawan besar Islam.
Diperkirakan ada sekitar 21 karya monumental yang ditinggalkan oleh Muhammad Iqbal, dan  salah satu karyanya yang terkenal adalah Bal-I Jibril (Sayap Jibril) yang dibuat pada tahun 1935. Karya yang lainnya yaitu:
1.  Ilm al-Iqtitisad, (1903)
2.  Development of Metaphisics I Persia: A Constribution to the History of       Muslim Philosophy, (1908)
3.  Islam as a Moral and Political Ideal, (1909)
4.  Asrar-I Khudi [Rahasia Pribadi], (1915)
5.  Rumuz-I Bekhudi [Rahasia Peniadaan Diri], (1918)
6.  Payam-I Masyriq [Pesan dari Timur], (1923)
7.  Bang-I Dara [Serua dari Perjalanan], (1924)
8.  Self  in the Light of Relativity Speeches and Statement of Iqbal, (1925)
9.  Zaboor-I ‘Azam [Kidung Persia], (1927)
10. Khusal Khan Khattak, (1928)
11. A Plea for Deeper Study of Muslim Scientist, (1929)
12. Presidential Addres to the All-India Muslim Leaque, (1930)
13. Javid Nana [Kitab Kebaikan], (1932)
14. McTaggart Philosophy, (1932)
15.  The Recontruction of Religious Thought in Islam [Pembangunan Kembali Pemikiran Keagamaan dalam Islam], (1934)
16.  Letters of Iqbal to Jinnah, (1934)
17.  Pas Chih Bayad Kard Aqwam-I Sharq, (1936)
18.  Matsnawi Musafir, (1936)
19.  Zarb-I Kalim, [Tongkat/Pukulan Nabi Musa], (1936) dan
20.  Armughan-I Hejaz [Hadiah dari Hejaz], (1938)






BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
         Muhammad Iqbal  lahir pada tanggal 9 November 1877 dan meninggal pada tanggal 21 April 1938  di Lahore pada usia 60 tahun. Ia dikenal juga sebagai Allama Iqbal (Urdu: علامہاقبال), seorang penyair, filsuf, dan politisi yang menguasai bahasa Urdu, Arab, dan Persia. Dia adalah Inspirator kemerdekaan bangsa India menjadi Pakistan.
B.     Saran
Teringat suatu kata mutiara bahwa lidah lebih tajam daripada pedang, tak ubahnya dengan pena yang digunakan dalam karya tulis ini lebih tajam pula daripada pedang. Maka dengan demikian, kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan yang harus diperbaiki. Karena itu, berbagai kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca untuk memperba




DAFTAR PUSATAKA

Hamid, Abdul, Yaya, Pemikiran Modern dalam Islam, Bandung : Pustaka Setia, 2010.
Ali, Mukti, Alam Pikiran Islam Modern Di India dan Pakistan, Bandung : Mizan, 1993.
Supriyadi, Dedi, Pengantar Filsafat Islam : Konsep, Filsuf, dan Ajarannya, Bandung : Pustaka Setia, 2009.
Adian, Donny, Gahral, Muhammad Iqbal: Seri Tokoh Filsafat, Jakarta Selatan: Teraju, 2003.
Iqbal, Muhammad,  Asrar I Khudi : Rahasia-Rahasia Pribadi,  Jakarta: Bulan Bintang, 1976.
Mulyati, Sri, Mengenal dan Memahami: Tarekat-Tarekat Muktabarah di Indonesia, Jakarta: Kencana, 2011.
Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama , 1999.





[1] Abdul Hamid, Yaya, “Pemikiran Modern dalam Islam”, Bandung:Pustaka Setia,2010,hlm.205.
[2] Bhatti, Anil, “Iqbal and Goethe” (PDF), Yearbook of the Goethe Society of India, 2006.
[3] T.W.Arnold M.A.C.I.F. [Guru Besar Bahasa Arab Universitas London], Diantara karyanya The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith, [India : Low Price Publications, 1913)
[4] Ensiklopedia Islam, Jilid 2, op.cit.,hlm 236. Sumber utama keterangan ini bila dicermati secara keseluruhan dari Harun Nasution,op.cit.,hlm.191.
 [5] C.A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, terj. Hasan Basri, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1991,hlm.174.
[6] Nasution, Hasyimsyah, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hlm. 185-186.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar